ASIATODAY.ID, SUMBA – Desa Wisata Tebara di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah satu dari 75 besar desa wisata terpilih dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.
Selain eksotis, desa ini memiliki keragaman adat dan budaya yang masih begitu kental. Tak heran desa ini kerap dijuluki The Land of The Pure Soul.
Seperti halnya desa-desa lain di Pulau Sumba, Tebara memiliki beberapa kampung adat tradisional dengan budaya megalitikumnya. Kampung dengan rumah adat yang memiliki menara yang menjulang tinggi ke langit, khas adat Sumba. Kampung-kampung tersebut berdiri kokoh di atas perbukitan yang tinggi untuk menghindari serangan musuh di jaman dahulu.

Rumah Adat Sumba yang berbentuk rumah panggung dan memiliki menara bertanduk terbagi menjadi tiga tingkat;
Tingkat Pertama (Sali Kabungnga), tempat memelihara hewas (secara filosofi melambangkan kehidupan manusia di dunia yang masih kotor),
Tingkat Kedua, tempat hunian manusia dengan perapian tepat di jantung rumah. Tingkat kedua terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu “Bali Katuonga” (Ruang Tamu, tempat pria bertemu dan terlarang/pamali bagi wanita yang di belis). Bagian kedua adalah “Kere Padalu” (Ruang memasak dan tempat wanita bekerja), terdapat “Padalu” (gentong) tempat menyimpan air minum dan untuk kebutuhan memasak. Secara Filosofi Tingkat Kedua melambangkan Api Penyucian Jiwa (Purifying) sebelum menuju dunia “Ma Rappu” (Dunia Arwah).
Tingkat Ketiga (Umma Daluka/Toko Umma) adalah Menara Bertanduk, tempat menyimpan makanan dan barang budaya. Secara filosofi melambangkan Nirvana (Surga), sehingga bentuk menara itu seperti telapak tangan terkatup sebagai simbol memuja Sang Pencipta Semesta. Dua tanduk di Puncak Menara melambangkan Wanita dan Pria sebagai Master Piece Kisah Penciptaan.
Peninggalan budaya Megalitikum (Batu Kubur besar dan Sarkofagus) adalah pemandangan yang sangat familiar jika berkunjung ke Pulau Sumba dan khususnya ke Kampung Adat Tradisional.
Konsep Batu Kubur Megalitikum melambangkan Perahu yang berlayar ke dunia arwah. Di sinilah konsep “Ma Rappu” (Jiwa yang sudah pergi ke dunia arwah/Prai Ma Rappu) menjadi inti/pusaran budaya Sumba. Bahwa kehidupan “Afterlife” adalah bagian terpenting dalam misteri kisah penciptaan Sang Pencipta Alam Semesta. Bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, yang harus dipenuhi dengan segala perbuatan/amal kebaikan demi paripurna nya kisah kelahiran masing-masing individu.
Rumah Adat Menara Sumba sebagai simbol Kelahiran dan Batu Kubur Megalitikum sebagai simbol Kematian raga yang fana menuju kepada kehidupan keabadian.
Wisata Budaya Kampung Adat Prai Ijing inilah yang menjadi andalan utama Desa Wisata Tebara. Tata Kelola Wisata Budaya ini telah berhasil mebangkitan ekonomi masyarakat Desa Tebara khususnya warga kampung Prai Ijing, sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup mereka dan membuka lapangan kerja baru serta yang paling penting merubah paradigma dan mindset mereka untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Selain wisata budaya kampung Prai Ijing, Desa Wisata Tebara juga memiliki objek wisata alam yang menawan, yaitu ; Danau alami Weeboro, Bukit Pangadu, Bukit Wee Padenang, Bukit Ngadu Bonnu yang memiliki view menarik ke arah Samudera Hindia di Selatan.
Desa Wisata Tebara memiliki keunikan yang tidak dimiliki desa lain karena memiliki wilayah yang sangat tersebar luas di empat penjuru mata angin.
Tidak ada yang lebih menarik ketika mengunjungi desa selain merasakan denyut nadi kehidupan mereka setiap hari. merasakan bagiamana mereka memandang hidup, teknologi dan modernisme dari sudut pandang tradisional mereka ketika jati diri dan karakter budaya masih di pegang teguh.

“Desa ini berbasis budaya dan adat istiadat, dan bahasa setempat yang mereka lestarikan. Saya merasa bahwa inilah yang akan membawa Indonesia memiliki pariwisata berkelas dunia. Bukan Indonesia yang membangun desa, tapi desa yang menganugerahkan kemajuan untuk Indonesia,” kata Menparekraf Sandiaga Uno saat visitasi 75 besar desa wisata terpilih dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, NTT, Minggu (13/8/2023).
Kuliner di Desa Wisata Tebara pun menurut Menparekraf memiliki cita rasa yang enak dan unik. Salah satu makanan khasnya adalah ro’o luwa. Ro’o luwa adalah sejenis bubur yang bahan utamanya adalah ubi jalar atau daun singkong. Penampilannya berupa bubur hijau dengan rasa yang manis dan khas.
Ada juga rumpu tampe yang berbahan utama daun pepaya, dan biasanya ditumis bersama dengan bunga pepaya muda, daun singkong, atau jantung pisang.
“Jantung pisang, bunga pepaya, dan kacang panjang yang disebut rumpu rampe ini enak sekali, dan ada juga ro’o luwa dengan rasa yang unik,” kata Menparekraf.
Menparekraf berharap desa wisata ini dapat membantu tercapainya 4,4 lapangan kerja baru yang berkualitas di tahun 2024.
“Ini program pamungkas dari desa wisata dimana kita telah visitasi 75 desa ini di seluruh nusantara. Dan kita melihat antusiame masyarakat menyambut kebangkitan ekonomi kita, mudah-mudahan Desa Wisata Tebara ini membawa semangat yang membara untuk berwisata, sehingga menciptakan 4,4 lapangan kerja baru berkualitas,” kata Menparekraf Sandiaga. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post