ASIATODAY.ID, LABUAN BAJO – Kebijakan Pemerintah Indonesia menghentikan ekspor ore nikel, dinilai berdampak positif terhadap sektor penerimaan negara.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, percepatan larangan ekspor bijih nikel mentah membuat penerimaan bea keluar melonjak dua kali lipat.
Penerimaan bea keluar dari nikel hingga 31 Oktober 2019 mencapai Rp1,1 triliun. Capaian tersebut meningkat dari penerimaan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp659 miliar.
“Untuk nikel pada 31 Oktober penerimaannya naik tajam Rp1,1 triliun. Realisasi mulai melonjak pada September atau sejak adanya percepatan moratorium,” ujar Heru dalam diskusi Pemasukan dan Pemanfaatan APBN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (13/11/2019).
Heru mengungkapkan, realisasi penerimaan nikel pada Oktober ini mengalami pertumbuhan drastis 298 persen atau sebesar Rp300 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu. Tercatat penerimaan nikel September 2019 hanya Rp170 miliar atau sebesar 191 persen.
“September kenaikannya 191 persen, Oktober naiknya 298 persen. Sampai sebelum September dibandingkan tahun sebelumnya sama,” jelasnya.
Dikatakan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan verifikasi terhadap sembilan perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran terkait ekspor nikel.
Kesembilan perusahaan itu tidak terbukti melakukan pelanggaran dan dua perusahaan lainnya masih memerlukan pendalaman.
“Bea cukai sebagai eksekutor di lapangan akan melayani perusahaan yang memenuhi ketentuan. Sembilan perusahaan tidak terbukti melakukan pelanggaran,” terang Heru.
Pemerintah sebelumnya mempercepat pelarangan sementara ekspor bijih nikel sejak 29 Oktober lalu. Percepatan ini dilakukan karena diduga terjadi pelanggaran oleh perusahaan sehingga membuat ekspor nikel melonjak dan melebihi batas kuota.
Awalnya percepatan yang dilakukan akan dimulai per 1 Januari 2020 dari larangan yang sedianya baru akan berlaku pada awal Januari 2022.
Percepatan pelarangan sejak 1 Januari 2020 diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Langkah ini dilakukan untuk mendukung hilirisasi pengolahan nikel di dalam negeri. Terutama untuk memperkuat bahan baku produksi baterai motor dan mobil listrik. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post