ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI mengecam keras kasus perbudakan yang dialami Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di Kapal Ikan China.
Protes disuarakan oleh politisi Partai Gerindra itu menyusul adanya satu lagi korban tewas ABK Indonesia di Kapal China, Lu Huang Yuan Yu 117.
“Sampai kapan perbudakan di Kapal China? Tak terdengar protes pemerintah Indonesia ke Republik Rakyat China (RRC),” tulis Fadli Zon diakun Twitter, Rabu (8/7/2020).
Diketahui, tim gabungan Polda Kepri, TNI AL, BIN Daerah Kepri, Bakamla, Bea Cukai dan KPLP memburu dan menangkap dua Kapal ikan China Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118, di Traffic Separation Scheme (TSS) perbatasan Indonesia, Malaysia Pulau Rupat, tepatnya di Perairan Batu Cula, Selat Philip, Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (8/7/2020).
Dari salah satu kapal China tersebut yakni Lu Huang Yuan Yu 117, ditemukan mayat seorang Anak Buah Kapal (ABK) warga Indonesia bernama Hasan Afriadi asal Lampung. Jenazah korban disimpan di dalam peti pendingin ikan atau freezer.
“Dari informasi awal yang kami terima, ada seorang Warga Negara Indonesia diduga dianiayai hingga meninggal dunia. Seperti pengalaman sebelumnya sebagian besar tenaga kerja kita yang bekerja di kapal ikan China itu diperlakukan secara tidak manusiawi,” kata Kapolda Kepri, Irjen Aris Budiman, dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu (8/7/2020)
Menurut Aris, para ABK Indonesia bekerja di kapal asing itu dokumennya sengaja dipalsukan. Dari kedua kapal tersebut, dugaan terjadinya penganiayaan terjadi di salah satu kapal.
“Kapal lainnya sebagai saksi yang mengetahui kejadian tersebut. Dan warga negara kita juga yang menyampaikan informasi bahwa di kapal tersebut ada mayat. Kuat dugaan kami bahwa yang bekerja di kapal tersebut merupakan korban trafficking yang dipekerjakan secara paksa di atas kapal ikan tersebut,” tegas Aris.
Ihwal tentang kejadian ini diterima Kapolda Kepri pagi tadi sekitar jam 06.00 WIB. Pihak Bakamla dan TNI lebih awal mengetahui informasi tersebut.
“Selanjutnya pada pukul 06.00 WIB itu juga saya perintahkan jajaran Direktorat Polisi Perairan dan Udara Polda Kepri untuk bergabung melakukan deteksi dan mencari kapal tersebut. Termasuk juga helikopter ikut bergabung melakukan pencarian melalui udara,” jelas Aris.
Dikatakan, tempat kejadian perkara (TKP) dugaan penganiayaan hingga menyebabkan meninggal dunia ini terjadi di wilayah yurisdiksi Indonesia sehingga kewenangan untuk melakukan tindakan hukum ada di aparat kepolisian termasuk juga di TNI AL dan Bakamla.
“Kapal ini kurang lebih sudah berlayar selama 7 bulan bertolak dari Singapura ke Argentina dan begitu melewati perairan Indonesia langsung dilakukan penyergapan dengan seluruh aparat yang ada di laut,” tandas Aris.
Selain mengungkap keberadaan mayat korban dan ABK Indonesia lainnya, di kapal China tersebut terdapat banyak ABK Filipina.
Aris mengatakan, ada sekitar 10 WNI diatas kapal yang mengalami penyiksaan.
“Selain warga negara Indonesia, ada juga 15 WNA Filipina yang mengalami nasib sama. Dimana mereka juga mengalami penyiksaan di Kapal China tersebut,” kata Aris.
Saat ini, kedua kapal tersebut telah diamankan di dermaga Mako Lanal Batam.
Sejauh ini, seluruh ABK telah diamankan, termasuk kru kapal untuk penyelidikan lebih lanjut. (ATN)
Discussion about this post