ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Republik Indonesia Fadli Zon menyarankan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk membaca referensi tentang Islam.
Hal itu menyusul statemen Presiden Macron yang telah menyulut gelombang protes dan aksi kecaman karena dinilai telah menyakiti hati umat Islam di seluruh dunia.
Fadli Zon mengungkapkan hal itu dalam konteks merespon surat Kedubes Prancis di Indonesia yang ditujukan kepadanya terkait klasifikasi pernyataan sang Presiden.
“Saya termasuk yang disurati Kedubes Prancis @FranceJakartaID mengklarifikasi pernyataan Presiden Macron,” tulis Fadli Zon, dikutip dalam cuitan @fadlizon pada 7 November 2020.
Menurut Fadli Zon, sebaiknya Presiden Macron membaca referensi tentang Islam agar tidak terkesan Islamophobia.
“Mungkin Macron perlu membaca sedikit tentang Islam sehingga tidak terkesan Islamofobia. Terima kasih,” tulis Fadli Zon.
Sebelumnya, Fadli Zon mengecam keras Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang dinilai menyudutkan agama Islam dan membiarkan penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad S.A.W., oleh majalah satire Charlie Hebdo.
“Pernyataan Presiden Prancis Macron telah melukai banyak umat Islam di dunia. Ini contoh pemimpin negara yang islamphobia diskriminatif dan rasis,” kata Fadli melalui akun twitter @fadlizon, Selasa (27/10/2020).
Anggota Komisi I DPR RI ini bahkan menyerukan agar masyarakat Indonesia melakukan aksi boikot terhadap produk Prancis.
Selain Fadli Zon, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang telah menghina agama Islam.
Menurutnya, pernyataam tersebut bisa memecah belah persatuan antarumat beragama di dunia.
Presiden Jokowi mengungkapkan hal itu usai menggelar pertemuan dengan pemimpin organisasi keagamaan di Indonesia, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Persatuan Umat Buddha Indonesia dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia.
“Indonesia mengecam keras pernyataan Presiden Prancis yang menghina agama Islam dan telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia yang bisa memecah belah persatuan antarumat beragama di dunia,” ujar Jokowi saat konferensi pers secara virtual dari Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (31/10/2020).
Jokowi mengungkapkan, saat ini dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, kebebasan berekspresi tidak boleh mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai serta simbol agama.
“Sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan,” tegasnya.
Jokowi menuturkan, mengaitkan agama dengan tindakan terorisme adalah sebuah kesalahan besar. Menurut dia, terorisme adalah terorisme itu sendiri, tidak ada hubungannya dengan agama apapun.
Di sisi lain, Jokowi juga mengecam keras terjadinya kekerasan yang terjadi di Paris dan Nice yang telah memakan korban jiwa.
Indonesia mengajak dunia mengedepankan persatuan dan toleransi beragama untuk membangun dunia yang lebih baik.
Sementara itu, Kedutaan Besar Prancis di Jakarta mengklarifikasi pernyataan Presiden Emmanuel Macron tentang Islamisme radikal.
Tanggapan itu diunggah di laman Facebook Kedubes Prancis dan ditandatangani oleh Duta Besar Prancis untuk RI, Olivier Chambard.
“Sejumlah komentar yang ditulis di jejaring sosial melencengkan posisi yang dipertahankan oleh Prancis demi kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan penolakan ajakan kebencian. Komentar-komentar tersebut menjadikan pernyataan yang dibuat oleh Presiden Republik pada acara penghormatan nasional kepada Samuel Paty sebagai alat untuk tujuan politik,” tulis Kedubes dalam pernyataannya, dikutip Sabtu (7/11/2020).
“Padahal pernyataan itu bertujuan mengajak untuk melawan Islamisme radikal (radikalisme) dan perlawanan tersebut dilakukan bersama-sama dengan umat Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah dan Republik Prancis,” tulis Kedubes.
“Semua negara demokrasi, terutama Prancis dan Indonesia, sedang memerangi Islamisme radikal ini, yang menjadi penyebab serangan teroris di wilayah mereka,” lanjut Kedubes.
Macron menyatakan bahwa dia tidak bermaksud sama sekali menyamakan semua pihak dalam pernyataannya. Dia secara tegas membedakan antara mayoritas warga Muslim Prancis, dengan minoritas militan dan separatis yang memusuhi nilai-nilai Republik Prancis. (ATN)
Discussion about this post