ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ditengah ketidakpastian global akibat perang dagang, Indonesia harus menerapkan strategi jitu agar tidak terkena imbas.
Peneliti Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zamroni
memandang, salah satu upaya melindungi industri untuk meningkatkan nilai tambah adalah dengan proteksi (perlindungan) melalui NTMs (Non-Tariff Measures), yang diharapkan memberikan pengaruh positif pada hubungan dagang antar negara.
“Kita diharapkan tidak hanya berpangku tangan, tapi meningkatkan nilai tambah. Jangan hanya mengandalkan konsumsi karena tidak sustainable,” papar Zamroni, dalam forum Seminar Nasional “Dinamika dan Tantangan Indonesia dalam Perekonomian Global,” baru-baru ini, sebagaimana keterangan tertulis LIPI, Selasa (17/12/2019).
Menurut dia, proteksi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah upaya melindungi industri/perekonomian dalam negeri dengan menggunakan berbagai instrument yang sesuai dengan prinsip WTO (World Trade Organization).
NTMs mempunyai instrument kebijakan yang menganut konsep netral dan telah banyak digunakan oleh negara-negara dalam menghadapi krisis perekonomian global.
“Tantangan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar adalah bagaimana menyeimbangkan tujuan nasional dengan kemampuan Indonesia memaksimalkan keuntungan perdagangan melalui NTMs,” paparnya.
Zamroni menjabarkan, dalam percaturan ekonomi global, Indonesia perlu berpihak pada UMKM/Petani, pengembangan Industri/Manufaktur dan implementasi NTMs yang optimal sebagai salah satu Escape Clause. Upaya proteksi pasar dan industri dalam negeri tentunya tidak terlepas dari peran masyarakat dan lembaga penelitian.
“Dari semua upaya melindungi pasar dalam negeri, harus ada scientific evidence. Di sini lembaga penelitian baik kampus maupun pemerintah harus terlibat,” tandas Zamroni.
Sementara itu, Agus Eko Nugroho, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI mengungkapkan, peningkatan perdagangan dapat dicapai jika industri tumbuh dengan baik, sementara peningkatan industri ditentukan oleh tingginya investasi.
Perekonomian global yang sedang dalam gejolak menjadi tantangan besar bagi Indonesia, karena kecenderungan sejumlah negara mitra dagang yang semakin protektif.
“Mitra dagang yang fokus meningkatkan ekonomi dalam negerinya menjadi tantangan Indonesia. Kita secara maksimal pun harus memanfaatkan produk nasional yang bernilai tambah dengan jangkauan pasar yang lebih luas,” terang Agus Eko Nugroho.
Indonesia saat ini berada dalam situasi dimana globalisasi sedang dalam cobaan.
Kiki Verico, peneliti senior bidang ekonomi Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa ekonomi Indonesia saat ini memang sedang bergantung pada situasi global. Indonesia secara internasional memang dalam kondisi tertekan, namun memiliki pertumbuhan yang berkualitas.
“Lebih baik tumbuh pelan tapi inequality dan unemployment-nya turun. Itu Indonesia saat ini.” tegasnya.
Kiki menambahkan secara domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia untung akibat adanya digital ekonomi.
Sementara itu, Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (KADIN) memandang, perang dagang global yang begitu berpengaruh pada dinamika perekonomian Indonesia harus disikapi dengan cepat. Jika negara mitra cenderung protektif, Indonesia pun tidak dapat keluar dari apa yang telah dilakukan oleh negara lainnya.
“Untuk bisa berkompetisi kita juga harus melakukannya,” jelas Shinta.
Berbagai langkah strategis terus diupayakan oleh Kementerian Perdagangan RI, salah satunya adalah langkah proteksi dengan mengendalikan impor secara selektif.
“Dalam kondisi ekonomi global yang begini, pemerintah akan melakukan review kerjasama dengan negara mitra, jika banyak untungnya akan dilanjutkan, jika tidak mungkin kita stop,” ungkap Nurlaila Nur Muhammad, Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post