ASIATODAY.ID, KOLAKA – Perusahaan nikel PT Ceria Nugraha Indotama konsisten menjalankan Good Mining Practice dalam setiap operasinya di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Komitmen ini sejalan dengan status PT Ceria sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi dalam program hilirisasi nikel melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian RKEF Feronikel (Smelter) dan Obvitnas yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Manager Legal PT Ceria, Moch Kenny Rochlim, menegaskan hal ini dalam rangka merespon adanya laporan Gempih Sultra Jakarta terhadap PT Ceria Nugraha Indotama terkait pencemaran lingkungan dan izin Terminal Khusus (Tersus).
Menurut Kenny Rochlim, laporan lembaga itu tidak sesuai fakta di lapangan.
“Sebelum melakukan aksi, baiknya Gempih Sultra Jakarta melakukan investigasi atau konfirmasi, apakah memang PT Ceria Nugraha Indotama yang melakukan pencemaran lingkungan dan tidak memiliki izin Tersus, karena itu merupakan fitnah dan tidak sesuai di lapangan,” tegas Kenny Rochlim, Kamis (20/7/2023).
Terkait tuduhan dampak pencemaran, menurut Kenny Rochlim, PT Ceria dalam beraktivitas telah sesuai kaidah lingkungan dan perturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami perlu perjelas, PT Ceria dalam kegiatannya telah menerapkan Good Mining Practice sehingga seluruh dampak lingkungan yang timbul sudah dimitigasi sejak awal hingga ditetapkan PT Ceria sebagai perusahaan pertambangan peringkat proper biru 4 kali berturut-turut sejak tahun 2018 hingga tahun 2022 oleh Kementerian LHK,” ujar Kenny.
Lebih lanjut Kenny menjelaskan, berdasarkan laporan hasil verifikasi kasus pencemaran lingkungan hidup di Deşa Muara Lapao-pao, Kecamatan Wolo yang dilakukan tim Dinas Lingkungan Hidup Kolaka, terungkap bahwa Perusahan Pertambangan lain yang beroperasi di Desa Muara Lapao Pao diduga penyebab pencemaran sungai Teppoe dan laut Muara Lapao-pao sejak tahun 2014.
“Sementara PT Ceria Nugraha Indotama mulai beroperasi di sekitar muara lapaopao pada pertengahan tahun 2017,” ungkapnya.
Sebagaimana ditegaskan dalam Laporan Tim verifikasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kolaka yang berjumlah 9 orang yang mendatangi Desa Muara Lapao-pao Kecamatan Wolo pada tanggal 27 September 2017, berdasarkan analisis spasial history citra, menunjukan bahwa terjadinya sendimentasi laut Muara Lapao-pao Babarina dan hilir sungai Teppoe telah berlangsung sejak November 2014, dimana saat itu perusahaan tambang nikel yang beroperasi dilokasi sekitar perairan tersebut adalah PT WIL.
Menurut laporan verifikasi tim DLH Kolaka, akumulasi sendimen yang berlangsung sejak November 2014 hingga September 2017, menyebabkan sebaran sendimen dari Garis Pantai ke perairan laut berkisar 100 – 400 m, dan dari tepian sungai ke perairan sungai berkisar 20 – 150 m, dan ketebalan sendimen mencapai 70 cm.
“Kesimpulan tim, berdasarkan dokumen laporan verifikasi Dinas Lingkungan Hidup Kolaka, sangat jelas dan tegas dijelaskan terjadinya sendimentasi pada perairan dan Sungai di Muara Lapao-pao. sejak tahun 2014 hingga tahun 2017 diakibatkan oleh perusahan PT WIL. Namun ganti rugi dampak pencemaran 2017 ditudingkan kepada PT Ceria Nugraha Indotama,” ungkapnya.
Begitupun terkait izin Tersus, Kenny menjelaskan bahwa saat ini PT Ceria telah memiliki izin resmi Tersus, dengan rincian dokumen;
- Rekomendasi Bupati Kolaka Perihal Izin Lokasi Pembangunan Tersus No 1078/550.33/2017
- Rekomendasi Gubernur Sultra Perihal Penetapan Terminal Khusus PT Ceria No 551.42/4475
- Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 956 Tahun 2017 tentang Penetapan Lokasi Tersus PT Ceria.
- Keputusan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulawesi Tenggara No: 474/DPM-PTSP/VI/2018 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Terminal Khusus Kegiatan Pertambangan di Desa Muara Lapao pao.
- Surat Dirjen Perhubungan Laut tentang Penetapan Pembangunan Tersus Muara Lapao pao No.A.169/AL.308/DJPL tanggal 19 Februari 2019.
- Surat Dirjen Perhubungan Laut tentang Penetapan Pengoperasian Tersus Muara Lapao No. A.826/AL.308/DJPL tanggal 26 Juli 2019
- Surat Dirjen Perhubungan Laut No A.481/AL.308/DJPL/E Perihal Penetapan Pemenuhan Komitmen Penyesuaian Izin Komersial/Operational Terminal Khusus Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam (Nikel) PT Ceria di Desa Muara Lapao-pao Kec Wolo Kab Kolaka Sultra tanggal 25 April 2022.
- Surat Menteri Kelautan dan Perikanan No. B.967/MEN-KP/X/2022 tanggal 11 Oktober 2022, Perihal Persetujuan Penerbitan PKKPR Laut Pengembangan Terminal Khusus Muara Lapao-pao luas 7,66 ha
- Perizinan Oss Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut No. 11102210517400007 tanggal 11 Oktober 2022 Tersus Muara Lapao-Pao
- Perpanjangan Perjanjian sewa perairan tahun 2022 – 2027 dan bukti bayar PNBP
- Surat Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan No. S.238/PPKL/PDL.1/3/2023 tanggal Maret 2023 Perihal Persetujuan Teknis Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang Dibuang ke Laut PT Ceria Nugraha Indotama.
“Jadi jelas laporan Gempih Sultra Jakarta terkait Tersus PT Ceria Nugraha Indotama tidak berdasar dan mengada-ada. Harusnya yang dilaporkan Perusahaan yang melakukan penambangan ilegal, bukan perusahaan yang jelas memiliki izin lengkap,” tutup Kenny.
Proyek Smelter Ceria
Sebagai perusahaan swasta nasional, saat ini PT Ceria sedang berpacu untuk menyelesaikan proyek smelter yang di lokasi tersebut.
Adapun smelter PT Ceria yang sedang dibangun akan menggunakan 2 teknologi utama, teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA, terdiri dari 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite yang ditargetkan rampung 2024 dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik yang ditargetkan rampung 2026.
Total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton Ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22% Nickel atau sejita 55.600 ton Nickel di dalamnya. Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton Logam nikel dan lebih dari 12.500 ton cobalt.
Produk FeNi ini nantinya dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi Stainless Steel dan produk turunannya (consuming needs). Sementara MHP merupakan produk antara untuk diolah Lebih lanjut menjadi nickel sulphate yang merupakan bahan baku utama prekursor baterai (material katoda).
PT Ceria juga saat ini sedang melakukan studi kelayakan untuk mengolah lebih lanjut FeNi menjadi Nickel matte dan Nickel Sulphate, serta mengolah lebih kanjut MHP menjadi Nickel Sulphate. Selanjutnya Nickel Sulphate dari 2 jalur produksi tersebut akan diolah menjadi prekursor yang merupakan bahan baku utama baterai (material katoda dan anoda baterai).
Seluruh aktivitas industri PT Ceria menerapkan prinsip dan kaidah Environment, Social and Governance (ESG). PT Ceria berkomitmen untuk mengupayakan kegiatan produksi yang hijau dengan jejak karbon serendah mungkin. Bahkan PT Ceria juga akan mengimplementasikan program dekarbonisasi dengan berpartisipasi dalam pasar karbon dengan melakukan perdagangan karbon (carbon trading). (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post