ASIATODAY.ID, JAKARTA – Industri Peleburan Baja di Indonesia kini tengah sekarat. Sulitnya mendapatkan bahan baku mengakibatkan industri lumpuh total.
Kondisi ini terjadi akibat dampak dari pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.84/2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri.
Yang terbaru, bahkan produksi PT Growth Asia lumpuh total sementara beberapa industri pengecoran juga telah menghentikan proses produksinya.
“Ada banyak industri terkena dampak tidak hanya Growth Asia. Sebanyak 35 industri juga telah berhenti dan kondisi ini sudah terjadi selama kurang lebih 2 pekan,” terang Wakil Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Ismail Mandry melalui keterangannya, Sabtu (7/12/2019).
Dengan situasi ini, IISIA telah mengirimkan surat pernyataan menolak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 84/2019 pada 23 Oktober kepada Menteri Perdagangan, Presiden, Menteri KLHK, Mengerti Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Maritim, dan Menteri Koordinator Perekonomian.
Menurut Ismail, Kementerian Perdagangan akan melakukan rapat yang ketiga pada Senin, 9 Desember 2019 untuk membahas revisi beleid tersebut.
Ismail menegaskan pihaknya akan melakukan demonstrasi pada pekan depan jika revisi beleid tersebut berlarut-larut. “Kita mendesak Presiden Jokowi agar membatalkan peraturan ini karena mematikan industri dalam negeri,” tegasnya.
Dikatakan, kerugian yang ditanggung para pelaku industri peleburan baja sudah cukup tinggi, tetapi belum sampai pada perumahan tenaga kerja. Namun, dia mengatakan pemberlakuan beleid tersebut berpotensi merumahkan tenaga kerja setidaknya 17.000 orang dari 35 pabrikan.
Ismail menyatakan beleid tersebut juga akan berdampak besar pada pembangunan infrastruktur nasional. Pasalnya, 35 pabrikan tersebut menghasilkan baja kategori long product yang digunakan dalam proyek-proyek infrastruktur. Penggunaan baja dalam proyek infrastruktur merupakan paduan dari long dan flat product dengan komposisi 50:50.
Ismail menilai pemerintah sama sekali tidak melakukan sosialisasi terhadap pemberlakuan beleid tersebut. Menurutnya, beleid tersebut merupakan hasil dari regulator yang bertugas tidak memahami tata niaga perdagangan internasional.
Ismail mengatakan penghentian impor skrap baja telah dilakukan sejak 22 November oleh pihak surveyor, sedangkan pemberlakuan Permendag No. 8/2019 terhitung 23 November. Alhasil, saat ini pabrikan peleburan baja hanya memproduksi stok bahan baku yang terbatas.
Direktur Eksekutif IISIA Yerry Idroes menyatakan telah mengirimkan surat kepada Menteri Perdagangan untuk menunda dan merevisi beleid tersebut. Dalam surat tersebut, asosiasi menyatakan sangat keberatan mengenai penerbitan Permenndag No.84/2019.
Menurut Yerry, kebijakan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh industri baja lantaran tidak ada skrap baja yang seluruhnya homogen dan memiliki impuritas 0 persen. Menurutnya, pernyataan keberatan tersebut membuat Permendag No.84/2019 tidak dapat diterbitkan.
“Ini standar internasional sebenarnya impuritas diizinkan 2 persen. Kalau 0 persen secara teknis tidak bisa dilakukan. Siapa yang bisa jamin skrap baja tidak ada olinya,” tandasnya. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post