ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Pemimpin World Bank dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa konflik Rusia ke Ukraina akan berdampak pada pemulihan ekonomi global.
Kedua lembaga tersebut juga siap membantu Ukraina.
“Konflik itu menambah risiko ekonomi yang signifikan bagi kawasan dan dunia,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Jumat (25/2/2022).
IMF siap mendukung negara anggota sesuai kebutuhan. Pemberi pinjaman krisis yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) tersebut sedang dalam proses mendistribusikan bantuan sebesar US$2,2 miliar ke Ukraina di bawah program pinjaman yang akan berakhir Juni 2022.
Georgieva mengatakan dana tersebut dapat memberikan bantuan kepada negara-negara lain yang terkena dampak konflik, jika diperlukan.
Sementara itu, Presiden World Bank David Malpass mengatakan bahwa tindak kekerasan yang mengejutkan dan adanya korban jiwa adalah hal yang mengerikan.
Ia mengatakan serangan yang menghancurkan Ukraina akan memiliki dampak ekonomi dan sosial luas.
“Kami siap memberikan dukungan segera ke Ukraina dan sedang mempersiapkan opsi untuk dukungan tersebut, termasuk pembiayaan cepat,” kata Malpass, Jumat.
Menurut Malpass, World Bank dan IMF sedang berkoordinasi untuk memantau dampak agresi Rusia.
Dampak konflik telah mengirim harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2014, menambah tekanan inflasi global yang mengkhawatirkan.
Pada Januari 2022, IMF memangkas perkiraan produk domestik bruto (PDB) dunia untuk 2022 menjadi 4,4% atau setengah poin lebih rendah dari perkiraan sebelumnya pada Oktober 2021. Hal ini diakibatkan hambatan yang disebabkan wabah virus corona terbaru.
Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi baru yang keras terhadap Rusia, termasuk pembekuan aset bank-bank besar dan pemotongan ekspor teknologi tinggi ke negara itu, berkoordinasi dengan Eropa.
Namun, para analis mencatat bahwa pemerintah Rusia telah bersiap selama bertahun-tahun untuk menahan sanksi semacam itu.
Rusia telah menyiapkan cadangan uang tunai dan emas, dengan tingkat utang rendah.
“Ini bukan kebetulan. Saya pikir itu bagian dari apa yang kami sebut strategi benteng Rusia,” kata Elina Ribakova dari Institut Keuangan Internasional (IIF), asosiasi perbankan global. (AFP)
Discussion about this post