ASIATODAY.ID, JAKARTA – Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi global tahun ini akan mengalami kontraksi 4,9 persen, 1,9 poin persentase di bawah perkiraan sebelumnya pada bulan April.
Proyeksi itu diulas oleh IMF dalam laporannya bertajuk World Economic Outlook bulan Juni 2020. Dalam periode yang disebut sebagai Great Lockdown ini, IMF memproyeksikan resesi yang lebih dalam pada tahun 2020 dan pemulihan yang lebih lambat pada tahun 2021.
Menurut Direktur Departemen Riset IMF Gita Gopinath, penurunan proyeksi ini di dorong oleh ketidakpastian yang tinggi terkait penyebaran virus dan upaya pemulihan perekonomian.
“Kabar baik mengenai vaksin dan perawatan COvid-19 serta dukungan kebijakan tambahan dapat mengarah pada dimulainya kembali kegiatan ekonomi yang lebih cepat,” ungkap Gita dalam keterangan tertulis.
IMF mengungkapkan, ada dua skenario alternatif pemulihan ekonomi. Skenario-skenario ini bersandar pada ada atau tidaknya gelombang kedua pandemi Covid-19 dan kecepatan respons pemerintah secara global.
Skenario pertama, IMF memperkirakan adanya gelombang kedua pandemi Covid-19 pada awal tahun 2021 di beberapa negara. Dampak ekonomi di tahun 2021 akibat langkah-langkah yang diambil untuk menekan wabah ini diproyeksikan hanya setengah kali lebih berat dari yang terjadi saat ini, yang mencerminkan bahwa tindakan pengendalian tidak terlalu mengganggu perusahaan dan rumah tangga.
Simulasi ini mengasumsikan bahwa kebijakan moneter konvensional bereaksi secara konstruktif di negara-negara yang memiliki ruang untuk pelonggaran kebijakan lebih lanjut, terutama di negara emerging market.
Terlepas dari respons kebijakan pemerintah, gelombang kedua pandemi diproyeksikan menyebabkan tekanan yang lebih lama pada sisi penawaran ekonomi mulai tahun 2022, karena meningkatnya kebangkrutan menyebabkan tekanan modal, perlambatan pertumbuhan produktivitas, dan peningkatan tren pengangguran.
Skenario pertama ini diperkirakan akan membuat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 juga terkontraksi sekitar 4,9 persen. Seperti dalam skenario yang disajikan dalam WEO April 2020, penurunan aktivitas secara umum merata baik di negara maju ataupun negara berkembang.
Kontraksi di tahun 2021 diperkirakan belum bisa pulih sepenuhnya pada tahun 2022, dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih terkontraksi 3,3 persen, sebagian karena tekanan di sisi penawaran.
Skenario kedua, IMF mengasumsikan pemulihan bertahap kegiatan ekonomi yang dimulai pada paruh kedua tahun 2020. Pemulihan ini diproyeksikan berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan karena meningkatnya kepercayaan terhadap efektivitas kebijakan pasca-lockdown.
Pemulihan yang lebih cepat membuat kondisi keuangan menjadi lebih akomodatif, dan tekanan kondisi diperkirakan mulai mereda pada tahun 2021. IMF juga mengasumsikan bahwa langkah-langkah fiskal diskresioner yang sudah dimasukkan dalam garis dasar tetap dipertahankan secara keseluruhan.
Namun, stabilnya kondisi menyiratkan lebih sedikit dukungan fiskal secara keseluruhan karena pemerintah merespons secara konstruktif.
Dalam skenario ini, perekonomian diperkirakan rebound sekitar 0,5 persen pada tahun 2020. Pemulihan akan terus meningkat tahun 2021, dengan ekonomi global diperkirakan tumbuh 3 persen, didorong oleh relatif melonggarnya kondisi keuangan.
Penting untuk menekankan ketidakpastian yang besar pada kedua skenario ini, terutama skenario pertama. Gelombang kedua dapat terjadi pada musim gugur tahun ini dan dampak negatif pada kegiatan ekonomi pada tahun 2020 akan lebih besar.
Selain itu, meskipun implikasi kuantitatif dari langkah-langkah pembatasan saat ini belum dapat dipastikan, dampak dari gelombang kedua bahkan jauh lebih tidak pasti.
Pada akhirnya, pandemi gelombang kedua bisa menyebabkan pengetatan kondisi keuangan yang lebih parah daripada proyeksi saat ini. (ATN)
Discussion about this post