ASIATODAY.ID, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajak negara-negara di Asia Pasific untuk berkolaborasi dalam mitigasi bencana alam.
Menurut JK, wilayah Asia Pasific sangat luas sehingga penanganan bencana akan lebih tepat bila saling bekerjasama dan berbagi pengalaman.
Saat ini, berbagai bencana alam kerap melanda wilayah Asia Pasific, mulai dari bencana gunung berapi, gempa bumi, tsunami, angin topan, banjir, longsor maupun kekeringan.
“Bencana sebabnya ada dua, karena alam dan karena ulah manusia,” kata JK saat membuka acara Asia Pacific Regional Conference on Localisation of Aid di ruangan Dr Sutopo Purwo Nugroho, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (27/8/2019).
JK mengungkapkan, setiap bencana selalu memberikan dampak dan banyak pelajaran.
“Contohnya kearifan lokal seperti di Simeleu, kearifan lokal yang berhasil ketika ada gempa, masyarakat langsung lari ke dataran tinggi,” kata JK.
Wapres memaparkan saat bencana gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004 silam, ada 55 negara yang membuka bantuan pada musibah itu.
Hal tersebut dikatakannya menjadi pelajaran untuk Indonesia ke depannya. Tidak semua bencana terbuka untuk dunia internasional. Setelah sekian lama baru dibuka kembali untuk bantuan internasonal seperti halnya bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah tahun 2018.
Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, wilayah ASEAN adalah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana di dunia. Lebih dari satu dekade sejak tsunami tahun 2004, tren bencana menunjukkanpeningkatan frekuensi dan intensitas.
Hal itu dikatakan Doni menjadi lebih menantang dengan ditemukannya garis patahan baru. Pada 2010 hanya ada 81 garis patahan yang teridentifikasi dan pada 2016 jumlahnya meningkat menjadi 295 garis patahan.
Saat ini, kata dia, BNPB sedang melakukan formulasi baru agar setiap warga negara berkesempatan berlatih dan menerima pengetahun bencana.
“Sehingga masyarakat Indonesia semuanya dapat selamat dalam ancaman bencana. Sehingga mendapatkan gambaran dan solusi dari ancaman bencana yang akan terjadi dan menjadi masyarakat tangguh,” ungkapnya.
Wakil Duta Besar Pemerintah Swiss untuk Indonesia, Michael Cottier menyampaikan stakeholders lokal merupakan kunci penyelenggaraan penanggulangan bencana yang efektif, namun lokalisasi di lapangan membutuhkan pendekatan gabungan.
“Oleh karena itu, acara ini diharapkan menjadi wadah bagi kita untuk berbagi praktik baik dan mendiskusikan isu-isu lokalisasi yang berfokus pada level praktis” katanya.
Direktur Eksekutif AHA Centre, Adelina Kamal menjelaskan AHA Centre sebagai lembaga resmi yang mengoordinasikan bantuan saat bencana di ASEAN.
Setiap tahun, kata dia, pihaknya melaksanakan project baru. “Dalam konferensi ini, kita tidak hanya menerima masukan dari negara lain tetapi juga dapat sharing dengan negara lain mengenai bencana yang ada di negara masing-masing” terangnya.
Asia Pacific Regional Conference on Localisation of Aid akan berlangsung selama dua hari, 27-28 Agustus 2019 di ruang serbaguna Dr Sutopo Purwo Nugroho.
Materi diskusi membahas tentang pengembangan kapasitas dan penguatan, kemitraan, pendanaan, koordinasi dan masalah gender pada sisi kemanusiaan.
Selain itu, pada hari kedua, Rabu 28 Agustus 2019 akan membahas tentang penanganan bencana di Palu, Sulawesi Tengah. (AT Network)
Discussion about this post