ASIATODAY.ID, TANJUNG PINANG – Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menandatangani MoU kerja sama dengan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjung Pinang, Kepuluan Riau tanggal 9 Maret 2023.
“Melalui MoU kerja sama ini diharapkan BSKLN dan UMRAH dapat saling mendukung dalam melakukan riset bersama khususnya terkait isu-isu yang berkembang di Laut China Selatan”, kata Yayan G.H. Mulayana, Kepala BSKLN, Kemlu, dikutip Rabu (15/3/2023).
Sebagai realisasi dari kerja sama ini, Kepala BSKLN dan Rektor UMRAH sepakat untuk membentuk Pusat Studi Laut Natuna Utara (North Natuna Sea Reseach Center) dan Pusat Studi Laut China Selatan di UMRAH.
“Kerja sama ini dinilai tepat mengingat UMRAH berada di kawasan yang berhadapan langsung dengan Laut China Selatan”, lanjut Yayan yang juga diamini Rektor UMRAH, Prof. Agung Dhamar Syakti.
Penandanganan kerja sama BSKLN dan UMRAH dilaksanakan di sela-sela penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD): Evaluasi penyelenggaraan Workshop Pengelolaan Konflik di Laut China Selatan bertempat di Ruang Tanjak, UMRAH.
FGD sendiri menghadirkan 3 narasumber, yaitu Dr. Andi Arsana dari UGM, Dr. Irman Gusman dari UNPAD, dan Dr. Sayed Faizan dari UMRAH, dangan Penanggap Dr. Irman Lanti dari UNPAD.
Dari FGD diperoleh masukan bahwa penyelenggaran workshop dinilai masih relevan dalam upaya pengelolaan potensi konflik di Laut China Selatan.
Namun demikian, para pembicara memandang perlunya kerja sama yang lebih praktis dan bermanfaat bagi para pihak, seperti pemanfaatan Laut China Selatan dalam mengelola blue economy termasuk untuk keperluan fisheries. Terdapat juga pemikiran agar dilakukan eksposur yang lebih luas agar Workshop mendapat dukungan konstituen domestik karena keberhasilan suatu program tidak terlepas dari diplomasi publik.
Selain itu juga dipandang perlu untuk membawa Workshop menjadi platform kerja sama yang high profile.
Indonesia telah menyelenggarakan Workshop pengelolaan potensi konflik di Laut China Selatan sejak tahun 1990. Sejak awal penyelenggaraan Worshop LCS dalam format 1.5 track ini memang tidak dirancang untuk menyelesaikan seluruh permasalahan di kawasan, melainkan lebih untuk menciptakan “a better atmosphere” dan “a sense of community” di antara seluruh pihak yang berkepentingan.
Penyelenggaraan Worshop LCS memiliki tiga tujuan utama, yaitu mendorong dialog di antara para pihak di kawasan; melalui dialog, diharapkan tercipta kepercayaan/trust; dan keengganan dari para pihak untuk berkonflik melalui berbagai kerja sama konkret.
Pada kesempatan itu, Yayan Mulyana juga memberikan Kuliah Umum berjudul Dimensi Maritim dalam Dinamika Indo – Pasifik. Dihadapan 180 mahasiswa dan civitas akademika UMRAH, ia menguraikan mengenai pentingnya Indonesia mempunyai strategi yang tepat di Indo Pasifik dan adanya mekanisme resolusi konflik di masa depan untuk wilayah yang diwarnai oleh kompetisi antara Amerika Serikat (AS) dan China, potensi hotspot di Indo Pasifik, terutama di LCS, selat Taiwan dan Samudera Hindia.
Para mahasiswa memberikan respon atas permasalahan yang terjadi di Indo Pasifik, terutama menyangkut masa depan rivalitas AS – China dalam konteks Indo Pasifik. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post