ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) bekerja sama dengan Department of Climate Change, Energy, The Environment Water (DCCEEW) Australia mengadakan Energy Dialogue “CCUS Work Stream Meeting 1-Policy/Regulatory Knowledge Exchange” di Gedung Ibnu Sutowo, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Kementerian ESDM dengan dengan Department of Climate Change, Energy, The Environment Water (DCCEEW) Australia tentang The Establishment of Energy Dialogue pada 1 September 2022, di mana kedua negara telah menyusun program kerja sama energi dalam beberapa workstream. Antara lain, CCUS workstream dan energy and infrastructure resources workstream dengan lingkup kegiatan sharing knowledge, network and policy workshop, termasuk kegiatan site visit.
Direktur Pembinaan Program Migas, Mustafid Gunawan menyampaikan bahwa kolaborasi ini akan menjadi dasar hubungan kerjasama antara Indonesia – Australia serta mendorong dan mempromosikan kerjasama bilateral di bidang energi bersih dan terbarukan di Indonesia, salah satunya dari sektor energi melalui pengembangan dan pemanfaatan CCS/ CCUS.
“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCS/CCUS membutuhkan kolaborasi dari seluruh pihak terkait dan pemangku kepentingan, termasuk dari sisi teknik, keselamatan, keekonomian dan penyusunan regulasi,” ungkapnya, dikutip Sabtu (18/3/2023).
Mustafid mengatakan bahwa kolaborasi dengan Australia ditujukan untuk berbagi informasi tentang kebijakan dan tantangan untuk menerapkan CCS/CCUS. Indonesia juga ingin mengetahui mekanisme regulasi baik perizinan maupun teknik implementasi terkait di Australia.
“Melalui workshop ini, saya berharap Pemerintah Indonesia mendapatkan informasi mengenai perkembangan teknologi serta pengalaman teknis terkait CCS/CCUS yang dilakukan di Australia, sebagai masukan masukan dan wawasan baru tentang bagaimana mengelola kebijakan untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS di Indonesia,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, pembicara dari Indonesia yaitu Subkoordinator Keteknikan Migas Juniarto Matasak Palilu menyampaikan materi “Indonesia’s CCUS Policy Overview and Challenges on Australia-Indonesia Energy Dialogue”.
Juniarto memaparkan, Indonesia memiliki beberapa lapangan migas dengan kandungan CO2 yang tinggi, diantaranya Natuna Timur. Lapangan gas ini memiliki kandungan CO2 yang tinggi di reservoir, sehingga CCS/CCUS akan menjadi enabler untuk meningkatkan produksi melalui CO2-EOR atau EGR.
Saat ini, terdapat 16 proyek CCS/CCUS di mana semuanya masih dalam tahap studi atau persiapan, namun sebagian besar proyek tersebut ditargetkan onstream sebelum tahun 2030. Tangguh CCUS di Papua Barat adalah proyek unggulan yang telah mendapat persetujuan POD.
“Kami juga memiliki pilot test huff and puff CO2 injection yang sedang berlangsung di Lapangan Jatibarang oleh Pertamina, yang telah dimulai sejak Oktober tahun lalu, dengan hasil yang sangat baik dalam meningkatkan produksi minyak,” papar Juniarto.
Dalam mengembangkan CCS/CCUS di Indonesia, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM yang didukung oleh banyak pemangku kepentingan, telah merumuskan peraturan menteri tentang implementasi CCS/CCUS di hulu migas dan telah ditandatangani Menteri ESDM pada Maret ini.
Mengingat Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan CCS/CCUS, Pemerintah akan fokus untuk mendukung pengembangan CCS atau CCUS melalui CO2-EOR atau EGR di wilayah kerja migas, aspek teknis akan didasarkan pada regulasi, standar dan praktik rekayasa yang baik.
Aturan CCS/CCUS Sudah Diteken
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Beleid yang diteken tanggal 2 Maret lalu merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mewujudkan rendah emisi dan mendorong peningkatan produksi migas.
“Pembahasan Permen ESDM tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon (CCS/CCUS) pada Kegiatan Usaha Hulu Migas ini telah melalui proses panjang dan melibatkan pelbagai pihak terkait. “CCS/CCUS merupakan hal baru bagi Indonesia sehingga penyusunan regulasinya dilakukan mulai dari perancangan hingga tahap implementasi,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada konferensi pers Capaian Ditjen Migas Tahun 2022 tanggal 30 Januari 2023 silam.
Pertimbangan dalam penyusunan aturan ini adalah Indonesia memiliki formasi geologis yang dapat digunakan untuk menyimpan emisi karbon secara permanen melalui penggunaan teknologi dalam kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon serta kegiatan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), sehingga dapat mendukung upaya pencapaian target komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change) menuju arah pembangunan rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim pada tahun 2050.
Pertimbangan lain dalam aturan yang terdiri dari 11 bab dan 61 pasal tersebut yaitu pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS juga bermanfaat untuk mendorong peningkatan produksi migas. Selanjutnya, mengingat perlunya landasan hukum dalam pelaksanaan CCS/CCUS pada kegiatan usaha hulu migas tersebut, Pemerintah kemudian menetapkan Permen ESDM ini.
Mengenai pelaksanaan CCS/CCUS pada wilayah kerja hulu migas, terdapat empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu Aspek Teknis, Skenario Bisnis, Aspek Legal dan Aspek Ekonomi. Terkait Aspek Teknis, dalam aturan ini terdapat dua hal penting yaitu pertama, capture, transport, injection, storage sampai dengan monitoring measurement, reporting dan verification. Kedua, menggunakan standar dan kaidah kaidah keteknikan yang baik berdasarkan karakteristik masing-masing lokasi.
Mengenai Skenario Bisnis, dinyatakan dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama pada wilayah kerja migas. Selain itu, sumber CO2 tidak hanya dari migas, tapi juga bisa dari industri lain (khusus CCUS) melalui mekanisme B to B dengan Kontraktor Wilayah Kerja Migas.
Selanjutnya diatur dalam Aspek Legal, usulan kegiatan CCS/CCUS oleh KKKS menjadi bagian dari Plan of Development (PoD). Selain itu, kegiatan monitoring dilakukan sampai dengan 10 tahun setelah penyelesaian penutupan kegiatan CCS/CCUS. Diatur pula mengenai pengalihan tanggung jawab ke Pemerintah dan sebagainya.
Terakhir Aspek Ekonomi yang mengatur tentang pendanaan pihak lain, potensi monetisasi karbon kredit berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Terakhir, perlakuan potensi hasil monetisasi penyelenggaraan CCS/CCUS. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post