ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia dan China berbeda sikap menghadapi penggunaan mata uang kripto (cryptocurrency).
Bank Sentral China (PBoC) secara tegas melarang perdagangan mata uang kripto karena dianggap ilegal. Sebaliknya, Indonesia tidak melarang namun hanya memperketat.
“Indonesia tidak melarang, tetapi akan lebih memperketat regulasinya,” kata Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi, Jumat (24/9/2021).
Nilai mata uang kripto, termasuk Bitcoin, telah berfluktuasi secara besar-besaran selama beberapa tahun terakhir karena peraturan pemerintah China yang berusaha mencegah spekulasi dan praktik pencucian uang.
“Aktivitas bisnis terkait mata uang virtual adalah aktivitas keuangan ilegal,” kata PBoC.
Ditambahkan, pelanggar akan diselidiki karena kejahatan dan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan undang-undang.
Pemberitahuan tersebut melarang semua aktivitas keuangan terkait yang melibatkan mata uang kripto, seperti perdagangan kripto, penjualan token, transaksi yang melibatkan derivatif mata uang virtual, serta apa yang disebut oleh pemerintah China sebagai penggalangan dana ilegal.
China sebenarnya sudah beberapa kali mengeluarkan pernyataan melarang perdagangan mata uang kripto, termasuk aktivitas penambangan (mining). Namun, kenyataannya, praktik perdagangan dan penambangan kripto masih terjadi di negeri itu.
Akibat kebijakan ini, nilai tukar Bitcoin (BTC) dan beberapa mata uang krupto lain turun drastis.
Menyitat Indodax, hari ini nilai tukar BTC di Indonesia sebelum ada pernyataan Bank Sentral China sekitar Rp 643 juta/BTC. Setelah keluar pernyataan itu, nilai Bitcoin anjlok hingga sekitar Rp 595 juta/BTC.
Kemudian, nilai tukar BTC dan beberapa mata uang kripto lain, seperti Etherium (ETH) dan Cardano (ADA) berangsur naik. Hingga Jumat (24/9/2021) pukul 23.30 WIB nilai tukar Bitcoin di Indonesia sekitar Rp 608 juta/BTC. (ATN)
Discussion about this post