ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia menghadapi situasi darurat kejahatan Green Financial Crime (GFC).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Republik Indonesia mencatat, terdapat 53 kejahatan GFC sepanjang 2022-2023, dengan nilai transaksi mencapai Rp20 triliun.
Kejahatan tersebut meliputi bidang pertambangan, kehutanan, kelautan dan perikanan, dan lainnya.
GFC adalah kejahatan yang berkaitan dengan lingkungan dan menyebabkan kerugian. Tercatat, aktivitas pencucian uang dari kejahatan lingkungan yang bernilai sangat besar telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan dunia internasional, karena merusak tatanan dunia dan mengancam keberlangsungan lingkungan.
“Kalau kita gali transaksi keseluruhan, tidak kurang dari Rp20 triliun,” kata Direktur Analis dan Pemeriksaan 1 PPATK, Beren Rukur Ginting di Hotel Santika, Bogor, dikutip, Rabu (28/6/2023).
Namun, transaksi lebih dari Rp20 triliun tersebut belum dapat dipastikan seluruhnya terkait tindak pidana. PPATK akan menelusuri lebih jauh terkait laporan tersebut.
“Angka Rp20 Triliun ini tidak seluruhnya terkait tindak pidana. Tapi, bagaimana kita memastikan suatu transaksi terindikasi tindak pidana, tentu harus kita ungkap transaksinya,” ujarnya.
Lebih lanjut, PPATK telah menemukan tipologi modus TPPU yang berasal dari kejahatan lingkungan, salah satunya kejahatan antara negara.
Kemudian, terkait aktivitas ekspor dan impor, pihak PPATK juga menemukan kejanggalan, seperti negara tujuan dan asal pengekspor berbeda dengan yang aslinya.
“Terkait eksportasi emas misalnya, itu yang disampaikan ekspor di negara tujuan dan asal itu berbeda. Itulah berbagai macam modus pelaku tidak menggambarkan aktivitas yang benar,” ucap Beren.
Sekadar informasi, PPATK menjabarkan potensi TTPU dalam kejahatan lingkungan berasal dari 53 laporan dari 6 dugaan tindak pidana. Pada tahun 2022, PPATK mendapat 11 laporan terkait perdagangan ilegal TSL/illegal wildlife trades. Kemudian 8 laporan di bidang kehutanan dan 8 di bidang pertambangan. Kemudian, 6 laporan di bidang lingkungan hidup, serta 1 di bidang kelautan dan perikanan.
Lalu, pada tahun 2023, PPATK mendapatkan 5 laporan terkait perdagangan ilegal TSL/ilegal wildlife trades, 3 di bidang pertambangan masing-masing 1 laporan di bidang kehutanan dan lingkungan hidup. Lalu, 6 di bidang perpajakan, serta 3 di bidang kelautan dan perikanan. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post