ASIATODAY.ID, JENEWA – Indonesia mendorong upaya konservasi Hiu dan Pari di forum Conference of the Parties to the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES CoP18) atau konferensi global yang mengatur perdagangan tumbuhan dan satwa liar di Jenewa – Swiss.
Konferensi itu resmi dimulai pada 17 Agustus 2019. Pada hari yang sama Indonesia menjadi tuan rumah side event yang mengusung tema “Indonesia’s Conservation Initiatives: Curbing Illegal Wildlife Trade and Strengthening Legal Market System”.
Side event ini bertujuan menyampaikan capaian konservasi yang telah dilakukan Indonesia dalam perlindungan dan pemanfaatan lestari spesies, penguatan sistem perdagangan legal yang berkelanjutan, penegakan hukum dan penguatan kebijakan untuk pemenuhan kewajiban konvensi CITES, termasuk untuk spesies hiu dan pari.
Pembicara dalam forum itu, Pemerintah Indonesia diwakili Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Malaysia, Pemerintah Republik Tiongkok dan ASEAN Centre Biodiversity. Side event yang diikuti lebih dari 150 orang ini dibuka dengan sambutan dari Duta Besar Hasan Kleib, Perwakilan tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO) dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa.
Hasan Kleib menyampaikan bahwa perdagangan ilegal satwa liar merupakan tantangan global yang membutuhkan perhatian serius karena menimbulkan ancaman penurunan spesies, kerusakan ekosistem serta pemiskinan masyarakat lokal. Sehingga, tidak hanya menjadi isu konservasi tapi juga multidimensi dan sangat kompleks. “Kolaborasi adalah kunci untuk memperkuat dan mempercepat tindakan menghadapi tantangan perdagangan ilegal satwa liar yang terus berkembang,” terangnya seperti dikutip dari keterangannya, Minggu (25/8/2019).
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Andi Rusandi menekankan bahwa upaya konservasi hiu dan pari yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia jauh lebih ketat daripada pengaturan CITES, misalnya penetapan perlindungan penuh hiu paus dan pari manta yang di CITES hanya Appendix II. Perlindungan tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor 18/Kepmen-KP/2013 tentang Penetapan status perlindungan penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/Kepmen-Kp/2014 Tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta.
KKP juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri No.61/Men-KP/ 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang dilindungi dan atau masuk dalam Appendix CITES sebagai acuan dalam implementasi CITES untuk spesies akuatik. Tercatat sejak tahun 2015 sudah dilakukan penanganan 15 kasus pelanggaran peraturan perlindungan Hiu dan Pari di Indonesia.
Untuk memastikan keberlanjutan, dokumen Non Detriment Finding (NDF) hiu lanjaman telah dihasilkan yang disertai dengan kuota tangkapnya. Untuk ketelusuran produk hiu dan pari, KKP melalui UPT BPSPL melakukan monitoring perdagangan melalui pendataan di lokasi pendaratan dan verifikasi produk hiu pari yang akan dilalu lintaskan antar pulau, antar provinsi maupun tujuan ekspor.
Perlindungan habitat hiu dan pari juga dilakukan melalui pembentukan kawasan konservasi perairan guna melindungi habitat-habitat kritis hiu dan pari. Kolaborasi bersama masyarakat juga dilakukan melalui pembinaan kelompok masyarakat (KOMPAK) untuk mengatasi penangkapan ikan illegal dan perdagangan illegal, penguatan fungsi pelabuhan perikanan melalui pendataan dan meningkatkan kesadaran nelayan untuk melaporkan hasil tangkapannya.
Namun demikian, tantangan besar yang masih dihadapi diantaranya adalah data dan informasi untuk mendukung ketelusuran produk hiu dan pari, dan sebagai basis penetapan dan monitoring realisasi kuota, ketersediaan SDM untuk monitoring perdagangan dan ketelusuran, serta dibutuhkan kerjasama dengan stakeholder terkait baik di Indonesia maupun dengan negara-negara importir untuk mengatasi perdagangan ilegal. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post