ASIATODAY.ID, BOGOR – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor perdana komoditas larva kering jenis Black Soldier Flies (BSF) ke Inggris sebanyak tujuh ton. Kegiatan ini sebagai bagian upaya Kementerian Pertanian (Kementan) menggenjot PDB Indonesia melalui peningkatan ekspor berbagai komoditas pertanian.
Ekspor kali ini dianggap spesial dan membanggakan sebab tidak mudah untuk menembus ke itu.
“Bogor hari ini mencetak sebuah arah seperti itu. Biasanya kita bisa tembus Inggris setelah melalui Italia, Jerman, atau Roma. Kalian sudah tembus langsung, berarti itu pintu yang bagus untuk pintu pertanian Indonesia ke depan” kata Syahrul saat memberikan sambutan di lokasi pelepasan ekspor di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Bubulak, Kota Bogor Barat, Jawa Barat, sebagaimana keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (4/3/2020).
Menurut Syahrul, Indonesia memerlukan pelaku usaha yang terus melakukan inovasi untuk menumbuhkan produk ekspor baru atau emerging seperti larva kering ini. Tidak hanya itu, negara tujuan baru pun perlu terus diperluas.
Untuk itu sangat penting untuk berkoordinasi dan bersinergi memperkuat jejaring antara pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong potensi ekspor pertanian dalam memasuki pasar global.
“Hari ini Bogor membuktikan ada komoditas yang bisa diekspor dan itu tidak ada di negara lain. Larva kering ini menjadi contoh bahwa sebenarnya kemampuan produk negeri ini menembus kebutuhan dunia sangat terbuka luas,” katanya.
Selain itu, produk pertanian yang di ekspor sedapat mungkin sudah dalam bentuk olahan agar dapat memberikan nilai tambah. Dia meminta para pelaku usaha untuk memanfaatkan fasilitasi KUR yang tersedia selain untuk meningkatkan pengolahan, sehingga dapat diekspor dalam bentuk jadi, atau minimal setengah jadi.
“Mari kita rencanakan supaya pengembangannya lebih cepat,” imbuhnya.
Ekspor larva ini menjadi bukti nyata untuk membangkitkan minat generasi muda terjun ke sektor pertanian. Dia menilai, ekspor ini mampu menghadirkan kemampuan-kemampuan anak bangsa guna mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.
“Mengapa demikian? Karena ekspor larva kering ini adalah sesuatu yang tidak dimiliki negara lain. Oleh karena itu, pasti Bogor akan semakin memiliki kemampuan untuk menghadirkan masyarakat yang makin baik,” ujar Syahrul.
“Selain itu, produk pertanian memiliki potensi ekspor. Oleh karena itu ini menjadi peluang bagi anak-anak remaja kita, pemuda kita. Pertanian itu adalah sesuatu yang pasti, pertanian menjadikan sesuatu agar mereka bisa hidup lebih baik bahkan pertanian adalah solusi dari lapangan kerja yang tersedia di setiap momentum,” urainya.
Syahrul mencontohkan bungkil sawit dapat dijadikan pakan ternak. Kemudian larvanya menjadi makanan yang nilainya sangat mahal di luar negeri. Di sisi lain komoditas larva sangat dibutuhkan oleh seluruh dunia.
Pada kesempatan yang sama Owner PT Bio Cycle Indo selaku eksportir Budi Tanaka mengatakan larva kering BSF ini diekspor ke industri pakan ternak sebagai sumber protein campuran bahan pembuatan pakan ternak. Misalnya, pakan unggas dan ikan.
Menurutnya, industri ini sangat menjanjikan dan prospektif, serta menjadi peluang bagi perusahaan pakan ternak Indonesia lainnya untuk mengembangkan di pasar lokal maupun menembus pasar dunia. Mengingat terjaminnya ketersediaannya setiap saat dengan harga realtif lebih murah dibanding sumber protein lainnya, dengan demikian dapat menekan biaya pakan dalam industri peternakan, yang berkontribusi sekitar 70-75 persen dari total biaya produksi.
“Untuk memenuhi target ekspor dalam tiga tahun ke depan sebesar 24 ribu ton per tahun dengan total nilai penjualan Rp1,3 triliun, perusahaan ini mengembangkan produksinya di Pekanbaru,” terang Budi.
Saat ini, PT Bio Cycle Indo sedang melakukan pengurangan izin untuk negara Amerika, yakni FBA dan Kanada CFIA. Dia berharap semoga semua regulasi segera lengkap dan Indonesia bisa menjadi raja daripada magot.
“Sampai tahun ini kita mempunyai pengiriman yang cukup bagus, permintaan yang luar biasa. Kenapa kita punya belatung atau magot kelas dunia yang tidak bisa negara lain kalahkan,” jelasnya.
Sebelumnya larva yang merupakan komoditas pertanian ini juga berhasil diekspor ke negara tujuan Jepang maupun Uni Eropa (Belanda) oleh perusahaan yang sama dengan jumlah 59.113 ton dan total nilai penjualan Rp3,31 miliar dalam periode 2018-2019.
Pengiriman ekspor dilaksanakan melalui pelabuhan Tanjung Priok dan disertai penjaminan kesehatan dan keamanannya dengan Sertifikat Kesehatan oleh Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, di mana sebelumnya tempat produksi telah ditetapkan sebagai Tempat Tindakan Karantina oleh Menteri Pertanian, serta disertifikasi dengan Nomor Kontrol Veteriner (NKV). (AT Network)
Discussion about this post