ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia terus berpacu menciptakan terobosan dalam memproduksi kendaraan listrik (electric vehicle). Langkah strategis dilakukan dengan mendorong pengembangan teknologi baterai dalam negeri untuk mendukung pembangunan industri kendaraan listrik nasional.
“Baterai merupakan komponen kunci untuk kendaraan listrik dan berkontribusi sekitar 25-40 persen dari harga kendaraan listrik,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi pada acara webinar Teknologi Bahan dan Barang Teknik (TBBT) 2020 yang digelar oleh Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin, Kamis (27/8/2020).
Doddy memaparkan, kendaraan listrik menggunakan baterai lithium ion dengan bahan aktif katoda diantaranya melibatkan unsur lithium, nikel, kobalt, mangan dan alumunium. Katoda sendiri, memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium yakni sekitar 34 persen.
Karena itu, Kemenperin mendorong agar material tersebut harus diproses di dalam negeri untuk mendapatkan harga yang lebih ekonomis, mengingat Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang dapat diolah menjadi bahan aktif tersebut.
Kemenperin melalui B4T telah berupaya melakukan upaya substitusi impor di bidang energi, dengan membuat bahan aktif katoda berbasis NMC (nikel-mangan-kobalt). Dimana, proses pembuatan material aktif tersebut menggunakan produk industri smelter Indonesia.
“Namun, proses substitusi impor bahan aktif katoda memiliki kendala, yaitu sumber lithium,” paparnya.
Menurut dia, Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium dan untuk mengatasi hal tersebut, Kemenperin telah menginisiasi proses recovery lithium dari recycle baterai bekas. Proses recovery lithium dari baterai bekas ini juga dikenal dengan istilah urban mining.
Penelitian terkait urban mining ini sangat diandalkan, tidak terkecuali negara–negara maju. Bagi negara produsen, urban mining ini dijadikan solusi untuk mempertahankan keberlangsungan produksi.
Dengan inovasi tersebut nantinya Indonesia dapat memiliki cadangan lithium meski tidak terdapat tambang lithium dari alam.
“Upaya ini juga merupakan salah bentuk circular economy di bidang energi khususnya kendaraan listrik,” sebutnya.
Doddy menambahkan, keseriusan pemerintah dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, ditunjukkan dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik.
Perpres tersebut menjadi landasan bagi pelaku industri otomotif di Indonesia untuk segera menyusun rancang bangun dalam pengembangan mobil listrik.
“Pemerintah menargetkan pada tahun 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) ada di pasar Indonesia,” imbuhnya.
Kepala BPPI menegaskan, untuk mendorong pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri, diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus upaya untuk substitusi impor komponen baterai, yang ditunjang oleh hilirisasi industri baterai lithium.
“Ini tantangan bagi akademisi, pelaku industri, pemerintah, peneliti, perekayasa serta asosiasi dalam negeri untuk mewujudkan hal tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, Deddy Mulyadi, Senior advisor PT. IMIP mengungkapkan, saat ini Kawasan Industri Morowali telah mendirikan klaster industri komponen baterai lithium, yang terdiri dari 4 perusahaan produsen precursor material aktif katoda, nickel, mangan dan cobalt sulphate, dan 1 industri recycle battery.
“Karena itu, dengan adanya kegiatan-kegiatan seminar terkait teknologi bahan dan barang teknik, diharapkan dapat mendorong upaya aktif dari dunia industri, akademisi dan pelaku energi baru dan terbarukan untuk mendukung Indonesia dalam menyongsong era kendaraan listrik,” pungkasnya. (ATN)
Discussion about this post