ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia mulai menggagas potensi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pengembangan PLTN sudah harus mulai dipersiapkan, hanya saja pembangunannya tidak bisa dilakukan saat ini.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Arifin mengatakan pengembangan PLTN masih terkendala oleh biaya yang tinggi, sehingga jika tetap dibangun tanpa merumuskan skema yang cocok, maka akan berakibat pada tingginya harga jual listrik.
Jika menilik data dari Jepang, yang sudah terlebih dahulu menerapkan PLTN, biaya listrik per kilo watt amphere (kWh) mencapai USD30-USD40.
“Prinsipnya kami sepakat dengan PLTN, tapi saat ini sulit kita realisasikan karena investasinya sangat besar,” terang Arifin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Selain itu kata Arifin, sebelum diterapkan tentunya yang paling penting yakni menyosialisasikan terlebih dahulu penggunaan PLTN pada masayarakat sehingga nantinya tidak ada ketakutan untuk menggunakan energi berdaya nuklir.
Tasrif membeberkan, Indonesia memiliki potensi energi nuklir untuk dikembangkan dalam sistem kelistrikan, hanya saja jumlahnya belum signifikan.
Salah satu Independent Power Producer (IPP) yang paling berminat mengembangkan nuklir di Indonesia yakni Thorcon International Pte.Ltd. Perusahaan asal Amerika Serikat ini bahkan sudah menyiapkan dana investasi USD1,2 miliar untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Indonesia berkapasitas 500 Megawatt (MW).
Kepala Balitbang Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan masalah komersialisasi ini harus dikaji lebih lanjut oleh Thorcon dan melaporkan hasilnya ke pemerintah.
Menurutnya Thorcon memang menjanjikan harga listrik murah dari PLTT yang dikembangkan namun harus ada perhitungan matang terhadap pembentukan harga tersebut.
“Hitungan mereka harganya USD7-USD8 per kwh, tapi ini masih harus dibuktikan kajiannya, dan itu perlu waktu,” tandas Dadan. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post