ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan merangkul para pelaku usaha kayu ringan di Provinsi Kalimantan Tengah untuk memacu ekspor produk kayu ringan dengan menyelenggarakan forum “Pengembangan Potensi Ekspor Kayu Ringan”.
Forum berlangsung pada Selasa (20/8) di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Dalam forum ini, para peserta yang terdiri dari pelaku usaha kayu ringan mendapatkan informasi seputar peluang dan pengembangan kayu ringan di pasar dunia, khususnya di Eropa.
Acara terselenggara atas kerja sama Kemendag dengan The Swiss Import Promotion Programme (SIPPO), Import Promotion Desk (IPD) Jerman, Fairventures, dan pemerintah daerah. SIPPO, IPD Jerman, dan Fairventures merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mitra Kemendag dalam meningkatkan ekspor produk kayu ringan ke seluruh dunia.
“Diharapkan dengan kegiatan ini dapat menstimulasi gairah industri kayu ringan dalam negeri untuk lebih berkarya dan mendapatkan inspirasi pengaplikasian kayu ringan yang lebih modern dan futuristik di pasar global. Contohnya aplikasi kayu ringan sebagai material bangunan 24 lantai HoHo Tower Vienna yang tahun ini akan dinobatkan menjadi World’s Tallest Wooden Skycraper,” jelas Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Marolop Nainggolan, melalui siaran pers, Jumat (30/8/2019).
Kegiatan ini sebagai jalan untuk menghimpun masukan dan informasi seputar industri kayu ringan dari LSM, pemda, dan para pelaku usaha di provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, para peserta juga melakukan kunjungan lapangan ke beberapa lokasi usaha kayu ringan di Kalimantan Tengah, termasuk ke sentra kerajinan di Tilung yang merupakan eksportir sumpit ke Jepang dan ke PT Naga Bhuana di Kabupaten Pulang Pisang, sebuah perusahaan di Kalimantan yang memproduksi tripleks.
Pulau Kalimantan memiliki sumber daya alam beragam jenis kayu, termasuk kayu ringan. Selama ini, kayu ringan sering dikategorikan kayu sembarang atau kayu murah. Kayu ringan hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan panel inti strip kayu atau pengisi balok kayu bernilai tambah rendah. Dengan memanfaatkan teknologi dan menyasar pasar yang tepat, kayu jenis ini akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda.
“Potensi kayu ringan dari hutan Kalimantan Tengah cukup besar, terutama yang berasal dari 57 unit hak pengusahaan hutan. Jika dibutuhkan, pemda akan menyiapkan lahan untuk penanaman kayu sengon,” terang Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Sri Suwanto.
Marolop menambahkan, Kemendag secara konsisten terus memacu kinerja ekspor Indonesia, salah satunya melalui produk kayu. Sektor kayu telah menjadi fokus utama selama beberapa tahun terakhir karena Indonesia merupakan salah satu eksportir utama dunia.
“Kami fokus mengembangkan jenis kayu ringan, khususnya kayu sengon karena jenis kayu ini sebagian besar tumbuh di lahan masyarakat bukan di hutan alam. Selain dapat menambah nilai ekonomis, jenis kayu ini juga terhindar dari pembalakan liar,” jelasnya.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk tetap menjadi pemain ekspor utama di produk kayu. Maka itu, diperlukan pengembangan produk-produk inovatif melalui jenis kayu yang lebih ramah lingkungan, antara lain melalui jenis kayu sengon yang hanya dapat tumbuh dengan baik di Indonesia.
Marolop juga menyampaikan, Kemendag akan terus mengembangkan potensi kayu ringan antara lain melalui kegiatan misi pembelian dan konferensi internasional Indonesia Lightwood Cooperation Forum (ILCF). Tahun lalu, ILCF diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah dan dihadiri sebanyak 200 perusahaan kayu ringan asal Indonesia dan empat buyer dari Jerman, Swedia, Belgia, dan Prancis. Tahun ini, konferensi tersebut berlangsung pada 10—15 Oktober 2019 di Yogyakarta, Magelang, serta Solo dan akan mendatangkan buyer potensial dari Jepang, Korea,
Australia dan Jerman.
“Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan Trade Expo Indonesia (TEI) yang juga akan menampilkan keunggulan kayu ringan di Indonesian Lightwood Pavillion pada 16—20 Oktober 2019,” imbuh Marolop.
Ada empat alasan utama kayu ringan Indonesia–umumnya sengon, jabon, dan akasia– memiliki keunggulan dibanding jenis kayu ringan dari negara pesaing. Pertama, Indonesia merupakan negara dengan sistem verifikasi legalitas kayu terbaik yang telah diterima oleh European Union Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (EU-FLEGT) sehingga menjadi faktor yang membuat kayu ringan Indonesia lebih atraktif bagi konsumen di negara Eropa dan negara maju lainnya.
Kedua, industri kayu Indonesia telah mentransformasi diri sehingga tidak lagi mengambil kayu dari hutan alam tapi kayu hasil perkebunan yang tidak merusak hutan.
Ketiga, Indonesia memiliki perusahaan yang mampu memproduksi produk kayu ringan yang inovatif sehingga mampu meningkatkan ekspor di sektor kayu ringan ke seluruh dunia.
Keempat, kayu ringan mendukung ekonomi kerakyatan yang memungkinkan rumah tangga di pedesaan mendapatkan penghasilan tambahan dari menanam kayu sengon di lahan yang tidak terpakai sehingga terlepas dari unsur pembalakan liar. (AT Network)
Discussion about this post