ASIATODAY.ID, JAKARTA – Masa depan industri perbankan digital di Asia Tenggara (ASEAN) diproyeksi makin cerah.
Dalam laporan FinTech in ASEAN 2021 dari UOB, PwC Singapore dan Singapore FinTech Association (SFA), ASEAN telah mengalami perkembangan pesat baik bank digital maupun layanan perbankan digital yang disediakan oleh perusahaan lama.
Hal ini disebabkan adanya peningkatan layanan keuangan digital dan dorongan pemerintah untuk mempercepat inklusi keuangan.
Survei yang menyasar pada rentang 18 hingga 55 tahun ke atas ini menilai bahwa di tahun-tahun mendatang, ekosistem perbankan digital yang inklusif dan terbuka diperkirakan akan terus tumbuh.
“Perkembangan ini didorong oleh tiga bidang, yakni bank tradisional yang menawarkan layanan digital canggih (digi-banking), bank digital murni, dan perusahaan FinTech yang merambah ke ruang perbankan digital,” demikian yang dikutip dari laporan tersebut, pada Senin (14/3/2022).
Dalam survei itu juga, preferensi saluran yang bervariasi, masalah kepercayaan, dan privasi data dapat menjadi hambatan potensial untuk adopsi.
“Bagi minoritas yang tidak menginginkan bank digital saja, hambatan untuk adopsi adalah ketakutan akan keamanan data sebesar 58 persen, serta kurangnya kepercayaan pada institusi tanpa kehadiran fisik sebesar 52 persen,” demikian laporan tersebut.
Di Indonesia, hanya 7 persen responden mengatakan mereka tidak akan tertarik dengan rekening bank digital. 58 persen responden tertarik dan 35 persen lainnya memilih menunggu sambil mengobservasi rekening bank digital.
Lebih lanjut, konsumen juga sudah terbiasa dengan pilihan dalam hal layanan daring (online) maupun luring (offline), dan survei tersebut menunjukkan bahwa preferensi terbagi rata mulai dari saluran digital saja, kontak fisik, atau keduanya.
Indonesia memiliki jumlah responden tertinggi yang lebih memilih cabang bank atau ATM, yakni sebanyak 43 persen dan diikuti oleh Vietnam sebanyak 33 persen. (ATN)
Discussion about this post