ASIATODAY.ID, JAKARTA – Investasi properti di Asia Pasifik mengalami penurunan sebesar 19 persen yoy menjadi USD35 miliar atau Rp597 triliun pada kuartal III (Q3)/2020. Kendati demikian, masa depan industry ini tetap cerah. Pasalnya, indikasi pemulihan sudah terlihat karena transaksi meningkat 35 persen qtq.
Berdasarkan laporan konsultan real estat JLL pada Rabu (4/11/2020), kenaikan di Q3 didorong oleh transaksi di Asia Timur, khususnya China, Korea Selatan, dan Jepang.
Investasi properti di Korsel turun 2 persen yoy untuk pada Q3 2020, sementara China dan Jepang masing-masing turun 10 persen dan 18 persen.
“Sementara ketidakpastian akan tetap ada pada masa mendatang, kami yakin bahwa aktivitas transaksi telah mencapai titik terendah dan optimisme kami untuk kuartal IV akan tumbuh,” kata Stuart Crow, CEO JLL Asia Pasifik, dikuti dari The Business Times, Rabu (4/11/2020).
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa investor menunjukkan minat pada aset properti yang terkait dengan logistik (pergudangan) dan pusat data, dengan transaksi di pasar industri melonjak 76 persen yoy.
Di sisi lain, transaksi perkantoran di Asia Pasifik turun 35 persen yoy, sementara transaksi ritel dan hotel anjlok masing-masing 51 persen dan 87 persen.
Aktivitas sepanjang semester I tahun ini sebagian besar didorong oleh investor swasta.
“Salah satu alasannya adalah biaya modal yang lebih murah setelah biaya pembiayaan turun 50 hingga 100 basis poin hingga saat ini,” kata JLL.
Secara yoy, Tokyo dan Seoul memimpin dalam hal investasi global. JLL memilih pilihan teratasnya sebagai aset multi-keluarga di Jepang, serta aset logistik di Shanghai (China) dan Seoul (Korsel). (ATN)
Discussion about this post