ASIATODAY.ID, JAKARTA – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia mengendus kecurangan dalam mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) periode 2022-2023 di pasar modal Indonesia.
Pasalnya, perusahaan yang melakukan IPO disinyalir sengaja membuat harga saham dengan pola yang sama pada perdagangan semu, sehingga memunculkan harga yang tidak sepenuhnya wajar.
Hal itu terjadi akibat adanya permintaan jual beli efek di pasar atau supperioes transaction pattern.
Menurut Ketua BKPN, Rizal Edy Halim, dugaan perusahan yang melakukan IPO dengan perilaku seperti yang disebutkan diatas, bertujuan mengeruk dana masyarakat.
“Saat IPO, distribusi terkesan dilakukan terbuka secara umum, namun ternyata ada beberapa hal yang sifatnya strategis tidak disampaikan oleh publik. Distribusi diduga hanya dilakukan antara emiten dan underwriter (penjamin emisi) sehingga pihak tertentu (bandar) yang menguasai sahamnya,” jelas Rizal melalui keterangan tertulis di jakarta, yang dikutip Jumat (10/3/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan, di pasar reguler, harga saham digoreng naik atau tinggi sehingga menarik investor publik untuk membeli pada harga tersebut.
“Setelah sahamnya mayoritas dibeli publik, proses “penggorengan” dengan menarik harga paling bawah sehingga merugikan banyak pihak,” sambungnya.
Dugaan kejahatan tidak hanya berhenti sampai disitu, harga saham akan berada pada titik terendah (auto rejection bawah). Posisi ARB ini bisa terjadi berhari-hari bahkan ber minggu-minggu, setelah itu saham yang ARB mendapat suspend dan teguran oleh Bursa Efek Indonesia. Tetapi suspend dan teguran ini tidak mengubah perilaku pelaku pasar dan tetap melakukan dugaan kejahatan pasar modal.
“Situasi ini tentu bukan potret pasar modal yang kita inginkan bersama. Sebagai catatan kejadian seperti ini pernah merusak pasar modal wall street bahkan di dokumentasikan dalam bentuk film, tentu jika situasi ini terjadi di pasar saham Indonesia akan berpotensi merugikan perekonomian nasional,” jelasnya.
Dia juga meyakini pelanggaran investasi tak hanya terjadi pada lembaga ilegal yang tak berizin, tapi kerap dilakukan pada entitas yang memiliki izin operasional dan diatur oleh regulator. Seperti halnya beberapa kasus yang terjadi di pasar modal yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait.
“Walaupun investasi di pasar modal masuk dalam kategori legal, dilakukan oleh entity yang punya izin dan diawasi. Tapi bukan berarti hal tersebut menjamin proses transaksi bersih dari pelanggaran. Banyak sekali pelanggaran dan menimbulkan kerugian sehingga tidak jauh berbeda dengan investasi manipulatif, malah lebih jahat karena dia sudah punya izin,” terang Rizal.
Karena itu, BPKN RI meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Bareskrim Polri untuk melakukan penelusuran awal serta penyelidikan dan menindak tegas apabila ditemukan pelanggaran yang dilakukan Manajer Investasi, Emiten, Pialang, Wali amanat, Underwriter maupun pihak lainya dan menyampaikan hasilnya kepada publik.
“Hal tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap keamaan transaksi di bursa efek meningkat dan berdampak positif kepada pembangunan ekonomi nasional,” tandasnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post