ASIATODAY.ID, JAKARTA – Di hari perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 pada Sabtu (17/8/2019), Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta belum juga merdeka dari polusi.
Sejak pukul 06:00 WIB, US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara Jakarta sudah mencapai 153 dan konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 59 ug/m3.
Berdasarkan laman resmi AirVisual, kualitas udara di Pegadungan, Jakarta Barat, tercatat paling kotor dengan US AQI 161 dan konsentrasi parameter PM2.5 75 ug/m3. Sementara, di Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat, daerah lain yang tercatat paling kotor kedua di Jakarta, kualitas udaranya sebesar 154 dengan parameter PM2.5 61,7 ug/m3.
Wilayah di sekitar Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta Pusat US AQI 153 dan konsentrasi parameter PM2.5 59 ug/m3. Sementara, wilayah di sekitar Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta Selatan, kualitas udaranya juga tidak sehat, dengan US AQI dan konsentrasi parameter yang sama dengan di Kedutaan AS Jakarta Pusat.
Berikutnya wilayah Rawamangun di Jakarta Timur, kualitas udara di sana juga tercatat tidak sehat, dengan US AQI 152 dan konsentrasi parameter PM2.5 57,5 ug/m3.
Di wilayah sekitar Pejaten Barat, Jakarta Selatan, kualitas udaranya tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif seperti bayi dan lansia, dengan US AQI 137 dan konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 50,4 ug/m3.
Wilayah lain di Kemayoran, Jakarta Pusat, kualitas udaranya juga tidak sehat bagi kelompok sensitif, dengan US AQI 132 dan konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 48 ug/m3.
Di sekitar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, kualitas udaranya juga tercatat tidak sehat bagi kelompok sensituf, dengan US AQI 102 dan konsentrasi parameter PM2.5 sebesat 36 ug/m3.
Berdasarkan data Organisasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, polusi udara di Jakarta banyak disumbangkan oleh emisi karbon (CO2) kendaraan.
Emisi dari bus menyumbang CO2 terbanyak di Jakarta, yakni sebesar 145.778 ton per hari atau setara dengan 46 persen dari total 318.840 ton CO2 yang dihasilkan per harinya.
Sementara, emisi dari truk berada di peringkat kedua dengan 106.057 ton atau 33 persen, kemudian sepeda motor dengan 49.271 ton atau 16 persen. Selanjutnya, emisi dari mobil pribadi menyumbang 9.934 ton atau 3 persen, lalu mobil diesel menghasilkan 7.765 ton atau 2 persen.
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Safrudin menyatakan pihaknya menghimpun data yang menunjukkan besaran polutan dan senyawa karbon dioksida (CO2) yang berasal dari pembakaran emisi kendaraan di Jakarta. Data terbagi menjadi dua klasifikasi, yakni emisi yang membentuk gas CO2 dan debu polutan.
Menurut Safrudin, untuk sumber debu polutan, emisi motor menjadi yang tertinggi dengan 8.533 ton atau 45 persen dari total 19.000 ton per hari. Disusul oleh bus dengan 4.106 ton atau 21 persen, truk sebesar 3.392 ton atau 18 persen, mobil pribadi sebanyak 2.712 ton atau 14 persen, dan mobil diesel 374 ton atau 2 persen.
Debu polutan ini mengandung beberapa senyawa antara lain karbon monoksida sebanyak 11.021 ton atau 56 persen, nitrogen oksida sebesar 4.250 ton atau 22 persen, hidrokarbon 3.127 ton atau 16 persen, serta debu halus dan sulfur oksida.
KPBB menyebutkan sekitar 20 juta kendaraan berpotensi masuk ke ibu kota, yang terdiri atas 15 juta motor dan 5 juta mobil.
“Yang bermasalah di Jakarta adalah emisi pencemaran udara atau polutan. Masalahnya, tidak semua kendaraan berasal dari Jakarta tapi juga Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi,” terang Safrudin melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8/2019).
Dia menjelaskan pembakaran mesin kendaraan yang tak sempurna bakal menghasilkan senyawa-senyawa tersebut. Jika terhirup, maka akan memicu flek di paru-paru.
“Pembakaran tidak sempurna bisa disebabkan kadar belerang yang tinggi dalam bensin jenis premium beroktan 88 dan solar. KPBB pun memandang penggunaan premium dan solar tidak ramah lingkungan,” tandasnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah meluncurkan aplikasi e-uji emisi. Aplikasi mobile berbasis Android ini menyediakan database hasil uji emisi kendaraan yang bisa dicek secara online oleh pemilik kendaraan dan petugas.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dengan aplikasi ini, pemilik kendaraan bisa mendapatkan informasi hingga melakukan pendaftaran uji emisi, termasuk sebagai alat pendataan untuk menerapkan kebijakan lainnya.
Aplikasi ini kata Anies, akan membuat pemilik kendaraan bisa memiliki datanya secara akurat tentang di mana melakukan uji emisi, setelah melakukan uji emisi, datanya akan tersimpan melalui aplikasinya pemilik kendaraan.
Data yang didapat dari aplikasi ini akan terhubung ke pusat data Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) hingga ke sektor perparkiran. Dengan begitu, pemerintah bisa mendeteksi uji emisi kendaraan tersebut dan menerapkan disinsentif atau tarif parkir yang sepadan.
“Ketika pengguna kendaraan bermotor datang ke tempat parkir, pada saat itu pelat nomornya dimasukkan lalu dia belum lolos uji emisi, maka harga parkirnya menjadi lebih mahal,” jelas Anies di Balaikota, Selasa (13/8/2019).
Disinsentif serupa juga diterapkan saat kendaraan tersebut akan mengurus pajak kendaraan. Bagi kendaraan yang belum lolos uji emisi, maka pemerintah akan menambahkan syarat untuk mengurus pajak kendaraan.
“Bila belum lolos uji emisi, maka pemilik kendaraan juga kesulitan untuk membayar pajak dan perpanjang,” tegasnya.
Menurut Anies, peningkatan kualitas udara di Jakarta harus berdasarkan kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan cara ini, Anies optimistis turunnya emisi dari kendaraan dan meningkatnya kualitas udara Ibu Kota.
“Kita berharap bisa mempercepat peningkatan kualitas mutu udara kita karena sama-sama seluruh warga, kita perbaiki kualitas emisi kendaraan bermotor. Perbaikinya tidak bisa sendiri. Pemerintah menyiapkan perangkat hukumnya, insentif disinsentifnya, dan harus kita kerjakan sama-sama,” tandas Anies.
Ketentuan uji emisi diatur dalam Instruksi Gubernur nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Salah satu poinnya adalah menerapkan kebijakan kendaraan pribadi bebas emisi di 2025 dan kendaraan umum bebas emisi pada 2020. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post