ASIATODAY.ID, JAKARTA – Uni Eropa (EU) berkolaborasi dengan Asosiasi Kota dan Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik (UCLG ASPAC) meluncurkan Program Ketahanan Iklim Kota di Kawasan Asia Pasifik atau Climate Resilience and Inclusive Cities (CRIC). DKI Jakarta menjadi sasaran pertama program tersebut.
Dengan pendanaan Uni Eropa sebesar 3,2 juta euro atau sekitat Rp49 miliar, program ini diharapkan dapat menyusun strategi khusus bagi pemerintah daerah untuk membentuk kota yang berketahanan menghadapi perubahan iklim.
Dalam lima tahun ke depan, program ini akan berupaya mengatasi tantangan multi-dimensi yang dihadapi oleh kota-kota dan pemerintah daerah dalam memperbaiki ketahanan terhadap iklim.
Direktorat Jenderal Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Ruanda Sugardiman menjelaskan, secara faktual, 70 persen emisi global bersumber dari perkotaan.
Dengan dasar pemikiran itu, program baru ini diharap mampu secara signifikan membantu capaian Indonesia untuk menurunkan emisi karbon secara keseluruhan dan dimulai dari Jakarta.
“Program ini sebagai upaya kita memenuhi national determined contribution. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 29 persen dari upaya sendiri, dari dana Indonesia sendiri. Penurunan emisi bisa mencapai 41 persen apabila ada dukungan dari internasional,” kata Ruanda Sugardiman dalam keterangannya di Kantor Balaikota Jakarta, Rabu (29/01/2020).
Ruanda memandang, program untuk menurunkan emisi di tingkat kota adalah kunci. Dan Jakarta selaku tuan rumah pun diharapkan mampu menyiapkan instrumen-instrumen dan action plan penurunan emisi, sehingga bisa menjadi contoh kota-kota lain.
“Salah satu contoh bagaimana kita mengelola sampah dengan baik. Yang telah ada, mengubah sampah menjadi energi. Jadi tumpukan sampah itu kita bisa upayakan panen gas metananya untuk menjadi energi. Kemudian dari sisi transportasi. Kemudian dari sisi bagaimana kita mengatur tata airnya. Ini salah satu upaya bagaimana kita bisa meningkatkan ketahanan terhadap iklim di kota-kota besar,” paparnya.
Hal yang sama diungkapkan Hans Farnhammer, Kepala Bagian Kerjasama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia mewakili Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia H.E. Vincent Piket.
Kota merupakan kontributor utama emisi karbondioksida, terutama dari penggunaan energi untuk memasak, pendinginan, industri, transportasi, dan pemanasan, yang berkontribusi hingga 70 persen dari emisi CO2 global. Oleh karena itu, program mitigasi dan adaptasi diperlukan untuk menahan dampak negatif perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Orang-orang yang tinggal di area perkotaan semakin berisiko terkena bencana alam dan terdampak akan kejadian-kejadian terkait iklim. Hal ini menyebabkan terjadinya pemusatan risiko karena lokasi yang paling berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi justru amat beresiko,” jelasnya.
“Namun, jika dikelola dengan baik, kota-kota yang berketahanan, inklusif, dan memanfaatkan sumber daya secara efisien dapat memicu kota-kota kita menjadi berketahanan terhadap iklim, rendah karbon, berkontribusi baik terhadap tingkat kehidupan lokal dan berkelanjutan secara global,” papar Hans.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi, juga menegaskan, projek CRIC ini tidak hanya sekadar menambah jejaring antar kota dan peningkatan kapasitas SDM di lingkungan Pemerintah Daerah, namun juga membantu pengembangan kota berketahanan secara berkelanjutan.
Ia memandang, kota yang berketahanan harus mampu menunjukkan kesiagaan atas setiap masalah, musibah dan bencana alam, antara lain transportasi, tata kelola sampah maupun limbah, saluran air, kawasan pemukiman, termasuk epidemik (wabah) dari penyakit akibat perubahan iklim.
“Dalam proyek ini, kita ada pertukaran teknologi. Kita juga ada namanya best on practice sharing. Tapi, memang mau kita yang persiapkan bukan hanya sekadar rencana, tapi juga harus ada eksekusinya. Dimana nanti Pemerintah Daerah bisa mengalokasikan anggarannya juga, bagaimana mengurangi risiko-risiko bencana, terutama banjir, kemudian juga ada isu gunung berapi, bencana alam lainnya,” jelasnya.
Pemprov DKI Jakarta yang diwakili Deputi Gubernur Jakarta Bidang Pencatatan Sipil dan Permukiman Suharti mengungkapkan, proyek ini akan mendukung usaha Jakarta dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pemprov DKI Jakarta tengah mencoba mengintegrasikan keberlanjutan dan ketahanan ke dalam seluruh elemen manajemen perkotaan dalam mengelola air, sampah, mobilitas dan juga proses konsumsi serta produksi yang terjadi di kota.
“Pemerintah Ibu Kota Jakarta, sangat menghargai aktivitas pertukaran pengalaman dan dialog terbuka untuk menyesuaikan proyek dan memperkaya perspektif kita terhadap tantangan ketahanan iklim yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia, terutama Jakarta,” jelasnya.
“Kami berkomitmen untuk menempatkan inklusivitas sebagai pusat pembuatan kebijakan. Tidak hanya memastikan bahwa pihak yang paling rentan terdampak akan memperoleh manfaat dari tindakan kolektif kita, tetapi menempatkan mereka sebagai subjek yang dari padanya kita dapat belajar tentang cara-cara hidup berkelanjutan,” paparnya.
Aktivitas utama proyek CRIC bertujuan untuk memperbaiki kapasitas institusi, pembiayaan dan administratif kota-kota dan pejabat lokal melalui peer-to-peer learning dan aktivitas pertukaran pengetahuan, pengembangan rencana aksi lokal untuk ketahanan iklim dan kota inklusif, dan penyusunan aktivitas pelatihan komunikasi dan pengembangan kapasitas.
Berbagai sarana akan digunakan meliputi penelitian, pembangunan kapasitas, kampanye advokasi, pembuatan pusat pengetahuan, dan kerja sama antara negara di kawasan Eropa, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post