ASIATODAY.ID, JAKARTA – Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, mengungkapkan keprihatinnya terhadap ekspansi industri pertambangan nikel di Indonesia.
Pasalnya, di daerah yang menghasilkan tambang nikel, tidak banyak memberikan manfaat terutama dari sisi pendapatan daerah. Justru, keberadaan industri pertambangan menimbulkan disparitas dan kerusakan ekologi.
Keprihatinan itu disampaikan oleh Jaksa Agung saat menerima audience dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), di Gedung Menara Kartika, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Pada kesempatan itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengapresiasi APNI.
“Kami terbuka untuk mendapatkan masukan terkait dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pengusaha tambang di seluruh Indonesia, baik soal perizinan, eksplorasi, pendirian smelter, dan terkait juga dengan permasalahan hukum seperti KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang banyak terjadi di dalam penguasaan lahan pertambangan,” ujar Jaksa Agung dikutip dari siaran pers Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Rabu (24/8/2022).
Jaksa Agung kemudian menyampaikan keprihatinnya terhadap kondisi di daerah yang menghasilkan tambang, namun tidak banyak bermanfaat terutama dari sisi pendapatan daerah.
Jaksa Agung juga merasa prihatin terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pertambangan ilegal, dalam hal ini tidak ada orientasi kepada green mining (penghijauan usai dilakukan eksplorasi).
Di samping itu, tidak memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat dalam eksplorasi karena masyarakat tidak dilibatkan dan tak menikmati hasil eksplorasi tambang tersebut.
“Seharusnya, keberadaan tambang bisa menjadikan daerah semakin berkembang dan maju sehingga masyarakat semakin sejahtera. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum terhadap hajat hidup orang banyak dan penegakan hukum terhadap pendapatan keuangan negara, itu menjadi concern utama,” tegasnya.
“Ke depan, harapan kita semua adalah membangun tata kelola pertambangan nikel dengan baik dan bermanfaat bagi negara, masyarakat, serta berorientasi kepada green mining dan tidak merusak lingkungan,” imbuhnya.
Dari sisi eksplorasi dan perizinan, Jaksa Agung mengatakan bahwa dapat melakukan pendampingan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sekaligus memberikan pendapat hukum (legal opinion) dan pendampingan hukum (legal assistance).
Sementara itu, Ketua Umum APNI, Komjen Pol (P) Nanan Soekarna, menyampaikan dukungannya kepada Kejaksaan Agung dalam memperkuat pengawasan, pengawalan, dan pengamanan pelaksanaan investasi di Indonesia, serta melakukan penegakan hukum di bidang pertambangan nikel, dalam konteks tata niaga nikel dari hulu hingga ke hilir.
Pasalnya, tata kelola nikel banyak menimbulkan persoalan di lapangan mulai dari proses perizinan, pembangunan smelter sampai pada eksplorasi.
Menurut Nanan Soekarna, selama ini penguasaan lahan tambang dikuasai oleh sebagian besar warga asing sehingga kesempatan orang lokal atau Warga Negara Indonesia (WNI) sangat sedikit dan berdampak terhadap pembukaan lahan kerja, pendapatan negara, sehingga banyak hasil tambang diolah di luar negeri.
:Hal yang lebih memprihatinkan adalah adanya persaingan tidak sehat antar pengusaha tambang nikel,” jelasnya.
Adapun pada pertemuan itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin didampingi Jaksa Agung Muda Intelijen Amir Yanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana, Asisten Umum Jaksa Agung Herry Hermanus Horo, Asisten Khusus Jaksa Agung Hendro Dewanto.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Komjen Pol (P) Nanan Soekarna didampingi oleh Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, Dewan Pengawas Irjen Pol (P) Drs Sukma Edi Mulyono, Wakil Sekretaris Umum I Rudi Rusmadi, Ketua Dewan Pengawas Mayjend TNI (P) Wawan Ruswandi S,IP., M.Si., Bidang Competent Person Independent Ir. Rizal Kasli, IPM, dan Wakil Bendahara II Tubagus Danil. (ATN)
Discussion about this post