ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia harus memaksimalkan pengelolaan Mineral dan Batubara. Salah satu jalan yang harus ditempuh, tidak ada cara lain harus dilakukan hilirisasi komoditas tambang guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk dari Indonesia.
Jokowi menegaskan, dengan membangun industri pengolahan bauksit, maka impor alumina tidak perlu lagi dilakukan. Selain itu, dengan membangun penghiliran batu bara menjadi dimethyl ether (DME), Indonesia bisa mengurangi impor jutaan ton LPG setiap tahunnya.
Begitu juga dengan hilirisasi nikel menjadi feronikel (FeNi) lewat proses pemurnian dalam smelter sehingga nilai tambah nikel akan meningkat 4 kali lipat.
Menurut Jokowi, Indonesia memang kaya bauksit, batu bara, maupun produk tambang lainnya. Oleh karena itu, penghiliran perlu dilakukan agar terjadi peningkatan nilai tambah untuk negara.
“Kalau kita melakukan hilirisasi, industri kita pasti bisa melompat lagi,” tegas Jokowi dalam Sidang Bersama DPD RI dan DPR RI, Jumat (16/8/2019).
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 20 smelter terdiri dari tembaga (2 smelter), nikel (13 smelter), bauksit (2 smelter), besi (2 smelter), dan mangan (1 smelter).
Menurut Jokowi, Indonesia harus berani memulai dari sekarang agar bisa melompat lebih tinggi. Beberapa langkah kemajuan telah didorong pemerintah, seperti program B20 yang akan masuk ke B30, campuran solar dengan 30% biodiesel.
“Tetapi, kita bisa lebih dari itu, kita bisa membuat B100,” katanya.
Indonesia juga telah mampu memperoduksi bahan bakar pesawat atau avtur. Namun, Jokowi menyatakan ingin lebih dari itu, yaitu Indonesia mampu memproduksi avtur berbahan baku sawit.
“Kita sudah mulai membuka ruang pengembangan mobil listrik, tetapi kita ingin lebih dari itu, yaitu bisa membangun industri mobil listrik sendiri,” tegasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post