ASIATODAY.ID, JAKARTA – Membanjirnya produk impor dari China di Indonesia, membuat pemerintah kini mulai waspada. Pasalnya, tekanan impor tersebut bisa mempengaruhi industri dalam negeri.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, perlindungan industri dalam negeri sangat diperlukan dalam menghadapi tekanan impor dari China.
“Pemerintah tentunya melakukan antisipasi dalam menghadapi tekanan impor, terutama dari China ini. Karena tekanan impor ini sangat mempengaruhi industri kita,” terang Airlangga, disela-sela Sidang Tahunan bersama MPR, DPR dan DPD RI di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Airlangga mengungkapkan, tekanan impor China dikhawatirkan akan mengalami kenaikan pasca penerapan tambahan tarif dari Pemerintah Amerika Serikat terhadap produk China pada 1 September mendatang.
“Kami melihat, beberapa negara termasuk China sudah melakukan perlindungan industri dalam negerinya. Tentunya, Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), impor selama periode Januari- Juli 2019 tercatat senilai US$85,04 miliar. Airlangga menyebutkan sektor utama yang diperhatikan dalam menghadapi tekanan impor saat ini adalah sektor baja dan tekstil.
Pada semester I/2019, impor besi dan baja naik 4,44% dari US$4,67 miliar menjadi US$4,88 miliar. Impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya ke pasar dalam negeri masih menjadi permasalahan utama produsen baja nasional.
Peningkatan tersebut tidak hanya terjadi pada produk hulu, tetapi juga pada produk hilir seperti baja lapis atau coated sheet.
Untuk melindungi industri baja, pemerintah telah memperpanjang pengenaan BMAD terhadap impor hot rolled plate asal China, Singapura, dan Ukraina. Pengenaan BMAD ini dilakukan di tengah langkah pemerintah China memberlakukan tarif terhadap produk baja asal Indonesia. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post