ASIATODAY.ID, JAKARTA – Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya Yudo Margono menyatakan hingga Minggu kapal nelayan China masih bertahan di Laut Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal asing tersebut bahkan bersikukuh melakukan penangkapan ikan yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.
“Mereka didampingi dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas perikanan China,” terang Yudo Margono dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL di Tanjungpinang, Kepri, melansir Antara, Minggu (05/01/2020).
Yudo menegaskan, TNI sudah melakukan gelar operasi dengan mengerahkan dua kapal KRI guna mengusir kapal asing keluar dari Laut Natuna.
“Kami juga gencar berkomunikasi secara aktif dengan kapal penjaga pantai China agar dengan sendirinya segera meninggalkan perairan Natuna,” terangnya.
Operasi ini, kata dia, tidak memiliki batas waktu sampai kapal China benar-benar angkat kaki dari wilayah maritim Indonesia.
“Besok akan kami gerakkan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal itu,” katanya.
Hingga saat ini, tindakan yang dilakukan TNI masih bersifat persuasif dengan memperingati kapal China bahwa mereka sudah menerobos sekaligus menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna.
“TNI mengedepankan upaya damai dalam menangani persoalan ini,” katanya menambahkan.
Menurut Yudo, pada saat ini yang terdeteksi memasuki Laut Natuna hanya kapal nelayan China. Kapal nelayan dari negara lain, seperti Vietnam, tidak berani lagi masuk ke zona tersebut.
“Kapal nelayan Vietnam sudah banyak kami tangkap, jadi mereka tidak berani lagi,” kata Yudo.
Jangan Terprovokasi
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem, Willy Aditya mengatakan pemerintah jangan terprovokasi dengan China terkait pelanggaran batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dilanggar penjaga pantai China.
“Pemerintah tidak boleh terprovokasi. Kita harus hati-hati melihat situasi yang berkembang di Natuna. Hukum laut internasional tidak memberi celah untuk terjadinya konflik yang mengeras dan berujung perang,” ujar Willy dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (05/01/2020).
Willy menambahkan, pemerintah juga tidak boleh terpancing dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang berkeras dengan konsep internalnya.
Menurut dia, pernyataan tersebut hanya menunjukkan arogansi Negeri Tirai Bambu untuk memprovokasi Indonesia masuk dalam masalah internasional di wilayah laut.
“China sangat tahu dan cukup cerdik membaca situasi yang ada dan kekuatan yang dimilikinya. Semua negara pasti bersepakat untuk menghindari perang, karenanya akan mendorong penyelesaian melalui mekanisme negosiasi, dan China punya pengaruh cukup untuk digunakan ‘memaksa’ Indonesia,” paparnya.
Beijing mengklaim wilayah Natuna Utara masuk dalam sembilan garis putus mereka. Garis tersebut ditarik berdasarkan hukum tradisional Tiongkok yang tidak sesuai dengan hukum internasional Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Willy juga mengingatkan tahun depan akan ada persiapan periodic review UNCLOS yang bisa menjadi celah masuk China memasukkan isu-isu kelautan mereka.
Dalam catatan ratifikasi UNCLOS 2006, China tidak memilih International Court of Justics (ICJ), International Tribunal, International Arbitral Tribunal maupuun Special Arbitral Tribunal sebagai upaya penyelesaian sengketa wilayah laut dengan negara lain.
Menurut Willy, China memilih menggunakan perangkat yang disediakan di pasal 298 UNCLOS, yang pada intinya menunjuk juru damai dan langsung berhubungan dengan negara bersengketa. Itulah kenapa, China tidak mengakui putusan arbitrase sengketa dengan Filipina.
“Kalau kita belajar dari apa yang terjadi di Sipadan-Ligitan, maka kita tidak perlu mengikuti provokasi China untuk menegosiasikan Natuna. Tidak atas dasar ekonomi, investasi atau sejenisnya,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa Natuna tidak untuk dinegosiasikan dengan siapapun karena sepenuhnya milik Indonesia. Dan kedaulatan Indonesia di Natuna diakui dunia internasional.
“Kita bisa bersahabat dengan siapapun seperti juga kita bisa tegas berkenaan dengan kedaulatan NKRI terhadap negara manapun. Provokasi China harus kita tepis bersama dengan juga menguatkan spiral lobi internasional,” tegasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post