ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri Indonesia mengirimkan nota protes keras kepada Pemerintah Tiongkok, China pada Senin 30 Desember melalui kedutaan besarya di Indonesia. Pasalnya ada kapal penjaga pantai Tiongkok yang melanggar ZEE-UNCLOS dan IUU Fishing di wilayah kedaulatan Indonesia, di perairan Natuna.
Pelanggaran di perjanjian hukum laut di wilayah Natuna ini bukan baru pertama terjadi. September 2019 kapal Vietnam juga pernah bersitegang dengan Indonesia. Bahkan di 2016, sebanyak tiga dari 57 kasus pelanggaran dilakukan Tiongkok di Natuna.
Perundingan-perundingan batas laut terus dilakukan demi menjaga stabilitas kawasan, namun Tiongkok terus berusaha membangun persepsi batas lautnya, nine-dash line, di kawasan yang berbatasan dengan negara-negara Asia Tenggara.
“Menjaga perdamaian dunia dalam hubungan internasional itu penting. Namun jauh lebih penting adalah menjaga kedaulatan Indonesia. Tidak ada tawar-menawar dalam soal kedaulatan, apalagi sudah di akui oleh dunia internasional. Jika ada pelanggaran kedaulatan sudah pasti akan memicu ketegangan kawasan hingga internasional” tegas Willy Aditya, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem, dalam keterangan tertulis yang diterima Asiatoday.id, Selasa (31/13/2019).
Menurut Willy dalam kerja sama ekonomi, Indonesia banyak bernegosiasi dengan negara-negara lain. Begitu pula kerja sama ekonomi Indonesia dengan Tiongkok dalam sejumlah perjanjian. Tapi dalam soal penegakan kedaulatan wilayah NKRI diplomasi Indonesia harus tegas tanpa basa-basi. Tidak boleh sedikitpun wilayah NKRI yang tidak terlindungi dari upaya jahat bangsa lain.
“Kita tahu cara Tiongkok berupaya menguasai Natuna, mulai dari menempatkan nelayannya agar bisa mengklaim batas tradisionalnya hingga patroli coast guard. Kita harus terus awas terhadap berbagai upaya lain dari Tiongkok maupun negara lainnya. Indonesia harus mengingatkan Tiongkok dengan cara yang tegas bahwa penggunaan cara-cara adidaya bisa memicu perlawanan. Ini bahaya buat kestabilan dunia,” paparnya.
Wakil ketua Badan Legislasi DPR ini juga mengatakan bahwa dengan adanya pemetaan pola-pola negara lain yang mengganggu kedaulatan RI di Natuna. Semestinya Indonesia sudah memiliki langkah yang terukur untuk mengatasi problem di masa depan.
Menurutnya upaya konkret harus diwujudkan pemerintah untuk terus menjaga wilayah RI yang menjadi perbatasan dengan dengan negara lain.
“Kita dukung upaya diplomatik kementerian luar negeri yang memprotes keras Tiongkok. Tapi setelah itu kita harus segera membangun dan menempatkan kekuatan yang memadai untuk menjaga kedaulatan RI. Armada keamanan laut yang terdukung dengan infrastruktur yang memadai mutlak diperlukan,” jelasnya.
Willy berharap setelah protes Kementerian Luar Negeri, juga akan dilanjutkan dengan Kementerian Pertahanan yang membangun strategi pertahanan maritim yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan kedepan.
“Ini harusnya juga jadi materi pembicaraan Kemenhan yang belum lama ini berkunjung ke Tiongkok. Nanti kita coba tanyakan,” tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan bahwa pemerintah bisa mengkaji kembali keterlibatan RI dalam inisiatif-inisiatif multilateral yang diinisiasi oleh China di forum internasional, seperti inisiatif One Belt One Road.
Kemudian di tingkat regional Indonesia juga bisa menggalang negara-negara dikawasan Asia Tenggara yang wilayah kedaulatannya kerap dilanggar oleh China untuk mengkaji ulang hubungan kawasan dengan negara tersebut.
“Berbagai kerjasama yang sedang dalam pembahasan antara Asia Tenggara dengan Tiongkok seperti Regional Comprehensive Economic Partnership harus ditinjau ulang kembali,” jelasnya.
Upaya lainnya, pemerintah bisa menggugat Tiongkok di Forum peradilan Internasional seperti International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) dan International Court of Justice ICJ.
Berdasarkan putusan arbitrase internasional yang lalu dan hukum kebiasaan internasional, Charles yakin Indonesian pasti memenangkan gugatan.
“Putusan peradilan internasional dapat menguatkan legal standing dalam klaim teritorial RI,” sebut Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR-RI itu.
Charles menjelaskan intruksi kapal Coast Guard China memasuki wilayah ZEE RI adalah pelanggaran terhadap kedaulatan negara RI. Ini kejadian kedua setelah Maret 2019 ketika kapal dari China itu sempat diusir oleh aparat keamanan maritim Indonesia.
Sejauh ini sikap nota protes diplomatik Indonesia kepada China menurutnya sudah tepat. Negara tidak bisa mentolerir dan tidak bisa berkompromi terhadap pelanggaran kedaulatan dari negara lain. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post