ASIATODAY.ID, JAKARTA – Tindak Kekerasan terhadap jurnalis, dinilai masih menjadi ancaman kebebasan pers di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan, bila dirata-ratakan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia mencapai 50 kasus setiap tahunnya.
“Itu hanya yang tercatat dan terlapor, ya, bagaimana dengan yang tidak tercatat,” ujar Manan di forum seminar nasional bertajuk “Wajah Kebebasan Pers Indonesia” yang diadakan di JS Luwansa Hotel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2019).
Berdasarkan hasil monitoring AJI, kasus kekerasan terhadap jurnalis masih tergolong tinggi di Indonesia, kendati mengalami penurunan sejak tahun 2016 yang mencapai angka 81.
Namun, ia juga memaparkan bahwa hal ini patut dinilai ikut memberi kontribusi ancaman signifikan bagi iklim kebebasan pers.
Menanggapi hal tersebut, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menyinggung kasus terbakarnya rumah salah seorang wartawan di Aceh beberapa waktu lalu, yang motif pembakarannya belum terkuak hingga kini. Menurutnya, kasus ini perlu diusut lebih jauh.
“Pembakaran rumah, baik itu milik jurnalis atau bukan jurnalis tidak bisa dibenarkan karena sangat mengancam jiwa. Ini harus diusut oleh polisi dan jika tertangkap, kita bisa tahu modusnya apa,” papar Ade.
Terlepas dari apakah motif pembakaran tersebut, ia mengatakan bahwa kriminalisasi terhadap wartawan tidak sepatutnya terjadi, utamanya bila berita yang disiarkan masih berada pada koridor kode etik jurnalistik.
“Pers memiliki konsekuensi sebagai subjek hukum, ini adalah pers tidak kebal hukum dan harus tunduk kepada hukum nasional. Namun ada hal-hal tertentu yang harus dihindari seperti pemidanaan terhadap pers khususnya dalam hal karya jurnalis,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post