ASIATODAY.ID, KENYA – Berbagai upaya untuk melindungi dan melestarikan populasi Gajah dari kepunahan terus dikembangkan oleh para ahli di dunia.
Yang terbaru, para ilmuwan komputer dari University of Bath, Inggris mengembangkan algoritma khusus yang digunakan untuk monitoring populasi Gajah dengan memanfaatkan citra satelit. Metode baru ini diklaim dapat mendeteksi hewan dengan akurasi yang sama seperti manusia, bahkan di lanskap yang kompleks seperti kawasan yang tertutup pepohonan dan semak belukar.
Teknik ini memungkinkan area daratan yang luas dipindai dalam hitungan menit, sehingga bisa menjadi alternatif bagi pengamatan satwa liar yang terancam punah ini. Dengan penemuan metode alternatif itu, para peneliti berharap dapat menstabilkan dan meningkatkan populasi gajah Afrika (Loxodonta africana), yang telah anjlok selama seabad terakhir karena perburuan dan fragmentasi habitat.
Merujuk pada data pengamatan terakhir, spesies gajah Afrika hanya tersisa sekitar 40.000 hingga 50.000 ekor yang di alam liar. Spesies ini pun terdaftar sebagai hewan yang tterancam punah.
“Pemantauan yang akurat sangat penting jika kita ingin menyelamatkan spesies gajah-gajah ini,” ujar peneliti sekaligus ilmuwan komputer pencipta algoritme pendeteksi ini, Dr Olga Isupova seperti dilansir dari dailymail.co.uk, Jumat (22/1/2021).
“Kami perlu tahu di mana hewan-hewan itu berada dan berapa jumlah pastinya,” imbuhnya.
Para peneliti menggunakan citra yang diambil dari satelit yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi luar angkasa, Maxar, termasuk citra dari satelit WorldView-3 yang saat ini mengorbit 372 mil (600 km) di atas permukaan Bumi. Ketika melakukan pemantauan, satelit mengumpulkan potret (citra) lokasi seluas 5.000 km2 yang akan terus diperbarui setiap beberapa menit, untuk menghilangkan risiko penghitungan ganda. Hal ini juga mempermudah tracking hewan yang berpindah dari satu negara ke negara lain, tanpa harus khawatir dengan masalah konflik perbatasan.
Saat ini, teknik survei yang paling umum untuk mengamati populasi gajah adalah dengan penghitungan udara, dari pesawat berawak. Namun metode ini memiliki banyak limitasi salah satunya adalah visibilitas yang buruk yang seringkali menciptakan bias pada penghitungan dengan metode ini. Sementara metode pemantauan dengan citra satelit diharapkan dapat mengatasi permasalah dari metode konvensional.
Meski bukan metode baru, para peneliti mengungkapkan bahwa metode ini dapat diandalkan untuk memantau hewan yang bergerak melalui lanskap heterogen yang memiliki cakupan parsial.
“Metode ini sebelumnya telah dilakukan untuk memantau paus, tetapi tentu saja lautan berwarna biru, jadi menghitungnya jauh lebih mudah, ” ungkap Dr Isupova.
Dr Isupova berharap metode ini akan segera dapat digunakan untuk mendeteksi spesies yang jauh lebih kecil dari luar angkasa. Menurutnya teknologi semacam ini memiliki potensi besar untuk mendukung konservasi satwa-satwa langka dari ancaman kepunahan. (ATN)
Discussion about this post