ASIATODAY.ID, COLOMBO – Aktivis pecinta lingkungan dari Gerakan Reformasi Lahan dan Pertanian di Sri Lanka mengungkap tragedi kematian satwa gajah dalam jumlah besar di negeri itu.
Sepanjang 2019, setidaknya ada 361 satwa gajah mengalami kematian di Sri Lanka. Ini adalah angka kematian gajah tertinggi yang dilaporkan Sri Lanka sejak 1948.
“Gajah-gajah tersebut sebagian besar mati karena dibunuh. Mereka dianggap hama oleh para petani,” kata Sajeewa Chamikara, aktivis lingkungan dari Gerakan Reformasi Lahan dan Pertanian, melansir BBC, Minggu (12/01/2020).
Saat ini, diperkirakan satwa gajah liar di Sri Lanka tersisa sekitar 7.500 ekor.
Menurut Sajeewa Chamikara, sekitar 85 persen kematian gajah tahun lalu disebabkan oleh aktivitas manusia.
“Masyarakat menggunakan pagar listrik, racun, dan bahan peledak yang disembunyikan sebagai makanan untuk membunuh para hewan ini,” jelasnya.
Perluasan desa dan pertanian di Sri Lanka juga nampaknya berkontribusi pada kematian gajah-gajah tersebut. Akibat dari perluasan, pasokan makanan dan air untuk para hewan ini berkurang.
Para pejabat berjanji untuk bekerja menyelesaikan konflik antara hewan dan manusia tersebut. Mereka akan menempatkan pagar di antara habitat gajah dan masyarakat pedesaan.
Namun, Chamikara mengatakan pemerintah perlu berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kualitas kawasan lindung. Salah satu sarannya adalah dengan menangani masalah tanaman invasif yang tumbuh di atas padang rumput.
“Rencana pembangunan kami tidak ramah lingkungan. Kami butuh rencana pembangunan berkelanjutan,” imbuhnya.
Salah satu penyebab gajah berkurang juga karena ditabrak kereta. Para gajah ditabrak saat mereka bermigrasi.
Sementara itu, lusinan gajah dikurung di Sri Lanka untuk mendapat penghasilan dari turis. Sedangkan yang lain dipaksa berpawai di festival lokal. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post