ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution optimis daya tahan ekonomi Indonesia masih kuat dalam menghadapi resesi ekonomi global. Hal itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 yang berada di atas Malaysia dan Thailand.
“Kinerja ekonomi dan resiliansi Indonesia terhadap global masih cukup baik,” terang Darmin di forum rapat kerja bersama Banggar di DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Menurut Darmian, dari sisi nilai tukar, mata uang rupiah masih bergerak positif jika dibandingkan mata uang Malaysia, Jepang, India, Tiongkok, Brasil dan Meksiko. Namun gerak rupiah berada di bawah mata uang Jepang, Thailand, dan Filipina.
“Pergerakan kurs dari berbagai negara terutama year to date Januari sampai sekarang, Indonesia bukan terbaik tapi kita masih positif,” jelasnya.
Darmin menjelaskan berbagai indikator positif seperti tingkat inflasi berada di bawah 3 persen selama lima tahun terakhir. Indikator perbaikan ekonomi lainnya, seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran juga konsisten turun.
“Pertumbuhan ekonomi kita kualitasnya baik, bukan hanya buat mereka yang berpendapatan tinggi, tapi termasuk yang pendapatannya rendah,” paparnya.
Lebih jauh Darmin memaparkan, saat ini kondisi perekonomian dunia masih belum stabil. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya negara negara maju di dunia yang dihantui dengan resesi.
“Banyak negara-negara di dunia yang akan resesi,” ujarnya.
Resesi yang menghantui negara-negara maju di dunia disebabkan oleh tingkat bunga jangka panjang yang lebih rendah dari tingkat suku bunga jangka pendek.
“Ini dibuktikan dengan tingkat bunga jangka panjang lebih rendah dari pada tingkat bunga jangka pendek di Amerika Serikat,” katanya.
Adanya hal tersebut membuat dunia usaha mulai tak yakin dengan kondisi perekonomian global. Apalagi, pertumbuhan ekonomi dunia terus dipangkas berkali-kali.
“Biasanya dunia usaha kurang yakin akan situasi jangka panjang. bersamaan dengan proyeksi perekonomian global yang terus dipangkas. Dari Januari turun ke April, April turun ke Juni,” paparnya.
Namun demikian, Indonesia perlu mewaspadai perang mata uang antara AS dan Tiongkok. Negeri tirai bambu sengaja melemahkan nilai tukarnya sebagai bentuk balasan atas tarif impor AS. Hal itu akan menekan rupiah meski temporer.
“Kalau itu terus terjadi dan saling balas kita akan kena tekanan. Tapi mudah-mudahan tidak lama hanya sampai menjelang pemilu AS 2020,” tandasnya. (AT Network)
Discussion about this post