ASIATODAY.ID, JAKARTA – Maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, AirAsia X, kini berada diambang kehancuran dan menutup cabangnya di Indonesia.
Penutupan ini sebagai upaya untuk memangkas biaya dan menyelamatkan bisnis yang lebih luas. Demikian dilansir dari laman Simple Flying, Senin (19/10/2020).
AirAsia X membutuhkan lebih dari USD100 juta atau setara Rp1,4 triliun (kurs Rp14.732 per USD) untuk menghindari likuidasi. Tetapi pertanyaannya, dari siapa atau dari mana uang itu akan datang?
“Kami kehabisan uang,” kata Wakil Ketua AirAsia X Lim Kian Onn kepada media Malaysia.
“Jelas, bank tidak akan membiayai perusahaan tanpa pemegang saham, baik lama maupun baru, memasukkan ekuitas baru. Jadi, prasyaratnya adalah ekuitas baru.”
Akhir perjalanan Indonesia AirAsia
Orang-orang yang akrab dengan AirAsia akan tahu tentang AirAsia. AirAsia yang resmi dikenal sebagai AirAsia Berhad dan dipimpin oleh Tony Fernandes ini berbasis di Malaysia.
Selama bertahun-tahun, berbagai maskapai afiliasi telah memisahkan diri dari kapal induknya di Malaysia. Mereka berbagi nama dan merek AirAsia tetapi berbasis di tempat lain dan entitas perusahaan yang terpisah.
AirAsia asli biasanya memiliki saham yang signifikan dalam afiliasi maskapai penerbangan AirAsia. Sementara yang beroperasi di Indonesia adalah Indonesia AirAsia.
Indonesia AirAsia adalah maskapai penerbangan bertarif rendah yang berbasis di Tangerang, Indonesia. Maskapai ini mengoperasikan layanan domestik dan internasional secara terjadwal.
Indonesia AirAsia X juga menerbangkan penerbangan internasional jarak jauh berjadwal dari Bandara Internasional Ngurah Rai Bali. Indonesia AirAsia X menutup pintu kabin terakhirnya pada awal 2019.
AirAsia Berhad memiliki 49 persen saham di afiliasinya di Indonesia. Hukum Indonesia melarang bisnis asing untuk memiliki mayoritas maskapai penerbangan lokal. Itu membuat bisnis terkemuka Indonesia, Fersindo Nusaperkasa, mengambil 51 persen saham di Indonesia AirAsia.
Sebelum terjadi penurunan perjalanan, Indonesia AirAsia terbang ke sekitar 15 tujuan domestik dan enam internasional, dengan armada sekitar 30 pesawat Airbus A320-200.
Maskapai ini makin populer pada 2014, ketika sebuah Airbus A320 yang terbang dari Surabaya ke Singapura jatuh di Laut Jawa, menewaskan 162 penumpang dan awak di dalam penerbangan tersebut.
Kecelakaan itu kemudian dikaitkan dengan kesalahan pilot setelah kerusakan non-kritis dalam sistem kendali kemudi. Namun demikian insiden tersebut tidak memengaruhi reputasi Indonesia AirAsia dan keselamatan penerbangan sipil di Indonesia secara umum. (ATN)
Discussion about this post