ASIATODAY.ID, JAKARTA – Nasib para ilmuwan di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Indonesia kini jadi sorotan. Pasalnya, nasib mereka kini dalam ketidakpastian menyusul adanya peleburan sejumlah lembaga penelitian termasuk LBM Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Setidaknya, 120 ilmuwan dan staf di lembaga itu terancam dipensiunkan tanpa pesangon.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Fadli Zon turut menyoroti situasi tersebut.
“Mau jadi apa dunia riset dan teknologi (ristek) kita ya? BPPT, LIPI, BATAN, LAPAN, Eijkman dan seterusnya,” tulis Fadli Zon melalui akun twitternya dikutip Senin (3/1/2022).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengungkapkan, setelah BRIN dibentuk, seluruh fungsi dan peran lembaga-lembaga di bawah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) melebur, seperti BPPT, LIPI dan juga LBM Eijkman yang semuanya melebur ke dalam BRIN, termasuk para penelitinya.
“Ini bukan hanya lembaga riset saja tapi seluruh kementerian dan lembaga itu, lembaga penelitiannya akan melebur ke BRIN juga,” kata Eddy, Senin (3/1/2022).
Menurut Eddy, khusus LBM Eijkman, Komisi VII DPR berharap peneliti-peneliti dari LBM Eijkman itu dapat diakomodir ke lembaga-lembaga yang memang akan menjadi unit baru, yakni Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
“Kita minta agar peneliti-peneliti itu tetap diberdayakan, karena untuk mengembangkan peneliti, menciptakan peneliti itu butuh waktu, butuh investasi dan butuh pengalaman untuk mendapatkan peneliti itu dan itu tidak mudah didapatkan,” tegasnya.
Menurutnya, tidak ada peneliti, apalagi yang produktif, ditinggalkan atau di-PHK. Kalau memang ada, dia berharap agar dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Komisi VII DPR selaku mitra dari BRIN. Pihaknya akan memantau dan memastikan bahwa ilmuwan dari LBM Eijkman diberdayakan.
“Saya tegaskan bahwa pasti kami pantau dan kawal. Perlu diingat, untuk menciptakan peneliti itu tidak gampang, tidak bisa 24 jam, tapi butuh waktu, harus disekolahkan, mereka harus mendapatkan pengalaman penelitian, jadi kalau kita meninggalkan mereka, apalagi mem-PHK terutama mereka yang produktif, sangat disayangkan. Itu merupakan salah satu fokus kami agar peneliti jangan ditinggalkan dan harus dibicarakan dengan kami sebagai mitra dari BRIN,” tandas Eddy.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN ), seluruh lembaga penelitian harus diintegrasikan ke dalam BRIN.
Pada 1 September 2021, BRIN menetapkan Peraturan Kepala BRIN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja BRIN berdasarkan perpres tersebut.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, entitas Lembaga penelitian resmi berintegrasi dengan BRIN per 1 September 2021 lima. Kelimanya yaitu BATAN, LAPAN, LIPI, BPPT, dan Kemenristek/BRIN dan termasuk di dalamnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman .
Peleburan ini berdampak pada 120 ilmuwan dan staf LBM Eijkman. “Dengan terintegrasinya Kemristek dan 4 LPNK ke BRIN, status LBM Eijkman telah kami lembagakan menjadi unit kerja resmi yakni Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati,” kata Handoko dalam keterangannya, dikutip Senin (3/1/2022).
Dengan status ini, kata Handoko, para periset di LBM Eijkman dapat diangkat menjadi peneliti dengan mendapatkan segala hak finansialnya.
“Perlu dipahami bahwa LBM Eijkman selama ini bukan lembaga resmi pemerintah dan berstatus sebagai unit proyek di Kemenristek. Kondisi inilah yang menyebabkan selama ini para PNS Periset di LBM Eijkman tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh, dan berstatus seperti tenaga administrasi,” ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut Handoko, ternyata LBM Eijkman banyak merekrut tenaga honorer yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebagai solusi, BRIN memberikan beberapa opsi sesuai status masing-masing pegawai. Opsi-opsi tersebut juga telah disampaikan melalui forum-forum resmi yang dihadiri periset Eijkman.
Pertama, PNS Periset dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai Peneliti.
Kedua, honorer Periset usia di atas 40 tahun dan S3, dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021.
Ketiga, honorer Periset usia kurang dari 40 tahun dan S3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021.
Keempat, honorer Periset non S3 dapat melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA), sebagian ada yang melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong, bagi yang tidak tertarik lanjut studi.
Kelima, honorer non periset diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai permintaan Kemenkes yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.
“Sehingga benar bahwa ada proses pemberhentian sebagai pegawai LBM Eijkman, tetapi sebagian besar dialihkan/disesuaikan dengan berbagai skema diatas agar sesuai dengan regulasi sebagai lembaga pemerintah,” tegasnya. (ATN)
Discussion about this post