ASIATODAY.ID, SEOUL – Para konglomerat di Korea Selatan (Korsel) mulai menyiapkan rencana darurat untuk menghadapi krisis global karena ketidakpastian meningkat, termasuk kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga, penguncian di China dan perang di Ukraina.
Hanwha Solutions, Hanwha Energy, Hanwha Impact, dan divisi bisnis petrokimia dan energi Hanwha Total Energy mengadakan pertemuan untuk meninjau masalah yang timbul dari ketidakpastian ekonomi global.
Para CEO Hanwha memutuskan untuk mengambil tindakan pencegahan, berdasarkan fakta bahwa faktor krisis seperti kenaikan harga minyak dan bahan mentah lainnya, gangguan rantai pasokan dan logistik, dan kenaikan suku bunga masih ada.
“Kami akan memantau dengan cermat harga energi global, termasuk harga minyak, dan gangguan rantai pasokan, dan menetapkan rencana darurat melalui tes stres sehingga kami dapat merespons secara fleksibel terhadap situasi internasional yang berubah dengan cepat,” kata CEO Hanwha Solutions Nam Yi-hyeon dikutip dari KoreaTimes, Senin (9/5/2022).
Bulan lalu, Grup Hyundai Heavy Industries (HHI) juga mengadakan pertemuan darurat para CEO untuk menanggapi ketidakpastian global.
“Krisis di masa depan mungkin berbeda dari apa yang kita alami selama ini, sehingga persiapan yang matang diperlukan dengan mempertimbangkan skenario terburuk sekalipun dan menyiapkan tindakan pencegahannya,” kata Ketua Grup HHI Kwon Oh-gap.
Naiknya harga bahan baku dan meningkatnya biaya tenaga kerja telah memangkas keuntungan.
“Tekanan kenaikan biaya material akan meningkat pada kuartal kedua lebih dari pada kuartal pertama,” kata Kia dalam panggilan konferensi.
Hyundai Motor Group baru-baru ini menetapkan rencana darurat sebagai tanggapan atas ketidakpastian di lingkungan bisnis global dan sedang menyiapkan strategi.
Grup besar lainnya, seperti Samsung, LG, SK, Lotte, POSCO dan HHI, dilaporkan telah mengambil tindakan darurat internal untuk meminimalkan beban biaya dan mempercepat penguatan pada area pertumbuhan baru.
Penjualan mobil Hyundai Motor di Rusia pada kuartal pertama juga turun 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya karena dampak krisis Ukraina. Apalagi masalah produksi lokal dan pasokan suku cadang juga terus berlanjut.
Untuk itu, pihaknya juga telah menetapkan kebijakan untuk meminimalkan kerugian dari sisi likuiditas dengan mengkaji ulang rencana investasi tahun ini dan menunda peluncuran model kendaraan baru.
Kekhawatiran juga berkembang tentang permintaan yang lesu untuk produk ekspor karena penguncian di China.
Industri elektronik mengharapkan peningkatan permintaan untuk produk teknologi informasi (TI) seperti peralatan rumah tangga dan telepon pintar di China, tetapi hal itu mengalami penurunan.
Apalagi perusahaan dalam negeri dengan pabrik lokal masih mengalami kesulitan yang cukup besar dalam pengadaan suku cadang. (ATN)
Discussion about this post