ASIATODAY.ID, JAKARTA – Australia tak mampu menghindari gelombang resesi setelah ekonomi negeri itu mengalami kontraksi terbesar pada kuartal kedua tahun ini. Resesi ini tercatat sebagai yang pertama sepanjang 30 tahun terakhir.
Data Biro Statistik menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal kedua anjlok 7 persen dari tiga bulan pertama 2020, penurunan kuartalan pertama sejak 1991. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka itu turun 6,3 persen.
Sedangkan pada kuartal pertama 2020, PDB Australia terkontraksi 0,3 persen. Dengan demikian, Australia pun masuk resesi. Dolar Australia jatuh setelah laporan tersebut dimana diperdagangkan pada 73,43 sen AS pada 12:05 malam di Sydney dari 73,60 sen.
Pengangkatan lockdown Australia yang lebih awal kini diimbangi dengan pemberlakuan kembali pembatasan di Melbourne, kota terbesar kedua di negara itu dengan sekitar 5 juta orang, sehingga menunda pemulihan.
Bank sentral dan pemerintah bekerja sama untuk mencoba mendukung perekonomian dengan memperluas fasilitas pinjaman kepada bank untuk menjaga agar kredit tetap mengalir dan memperpanjang paket bantuan pasar tenaga kerja.
Laporan hari ini menunjukkan belanja rumah tangga merosot 12,1 persen, mengurangi 6,7 poin persentase dari PDB, sedangkan pengeluaran pemerintah naik 2,9 persen, menambahkan 0,6 poin persentase.
Investasi di tempat tinggal baru dan bekas turun 7,3 persen di kuartal kedua. Sementara itu, ekspor bersih menyumbang 1 poin persentase ke PDB. Tingkat tabungan melonjak menjadi 19,8 persen, tertinggi sejak 1974.
Reserve Bank of Australia (RBA) pada Maret memangkas suku bunga ke rekor terendah 0,25 persen dan menetapkan target yang sama untuk imbal hasil obligasi tiga tahun untuk menurunkan biaya pinjaman di seluruh perekonomian. RBA memperkirakan penguncian baru akan mengangkat pengangguran menjadi sekitar 10 persen pada akhir tahun ini.
Sementara itu, pemerintah telah menyuntikkan puluhan miliar dolar ke dalam perekonomian termasuk program subsidi gaji yang dirancang untuk membuat pekerja tetap terikat pada perusahaan saat berusaha mempertahankan koneksi kerja sampai aktivitas dapat dilanjutkan.
Kini Australia mengakhiri rekor tanpa kontraksi dua kuartal berturut-turut setelah krisis keuangan Asia 1997 dan krisis finansial 2008.
Sisi positifnya, stimulus China untuk menghidupkan kembali ekonominya memicu permintaan untuk harga komoditas Australia, menjaga nilai tukar perdagangan tetap tinggi di kuartal kedua.
Australia mengalami rekor surplus akun saat ini sebesar A$17,7 miliar (USD13,1 miliar) dalam tiga bulan hingga Juni, dibantu oleh penutupan perbatasan internasional yang mencegah orang bepergian ke luar negeri.
Namun posisi perdagangannya juga memicu melonjaknya mata uang hampir 30 persen dari titik nadir pada Maret.
Bank sentral kemarin meningkatkan jalur pendanaan murah ke bank menjadi A$200 miliar. Selain mendukung perekonomian, hal itu juga akan membantu meringankan beberapa tekanan pada mata uang dengan memastikan komitmen RBA untuk menjaga kondisi akomodatif hingga aktivitas pulih. (Bloomberg)
Discussion about this post