ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menerbitkan Aturan Tata Niaga dan Harga Patokan Nikel domestik.
Aturan itu berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomer 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.
Dalam aturan ini pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang memproduksi bijih nikel wajib berpatokan pada Harga Patokan Mineral (HPM).
Permen yang ditandatangani tanggal 13 April 2020 lalu diundangkan pada 14 April 2020 menyebutkan, yang dimaksud dengan HPM adalah harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam.
“Acuan harga penjualan bagi pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam untuk penjualan bijih nikel,” demikian penekanan dari Permen tersebut, dikutip Jumat (24/4/2020).
Dalam Pasal 3 Ayat 3 disebutkan apabila dalam pelaksanaanya transaksi lebih rendah dari HPM tetap bisa dilakukan dengan batas maksimal 3 persen.
“Apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM Logam pada periode kutipan sesuai Harga Mineral Logam Acuan atau terdapat bonus atas mineral tertentu, penjualan wajib mengikuti harga transaksi diatas HPM Logam,” tulis aturan dalam Permen.
Di dalam pasal 9B disebutkan, pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam harus menunjuk pihak ketiga sebagai wasit (umpire) yang disepakati bersama dalam kontrak penjualan dengan pihak pembeli di dalam negeri.
Sebelumnya, paska pelarangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengatur smelter membeli bijih nikel sesuai dengan harga patokan mineral (HPM).
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementrian ESDM Yunus Saefulhak menyayangkan HPM yang belum dipatuhi.
Menurut Yunus, jika pembelian bijih nikel dilakukan di bawah HPM, akan merusak harga pasar. Aturan ini menurut Yunus perlu dibuat untuk memastikan penambang tetap hidup. Menurut Yunus HPM ini akan dibuat sebagai harga dasar jual beli bijih untuk smelter dalam negeri.
Namun menurutnya harga ini jangan sampai di bawah pokok produksi dari tambang, sehingga penambang tetap hidup. Yunus menyampaikan, pihaknya akan memberikan sanksi bagi kedua belah pihak yang tidak mematuhi aturan ini.
“Itu ada sanksi kalau dia tidak mengikuti. Yang udah peringatan 1, peringatan 2, buat kedua-duanya,” jelas Yunus.
Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengapresiasi langkah pemerintah yang mengatur tata niaga nikel domestik.
Menurutnya, dengan pemerintah telah mengakomodir masukan-masukan dari APNI, sehingga kedepannya diharapkan usaha nikel dapat lebih bergairah dalam ikut membangun negara. Terlebih, selama empat bulan ini banyak penambang nikel yang tak beroperasi semenjak pelarangan ekspor nikel ore berlaku.
Agar pelaksanaan peraturan tersebut berjalan dengan semestinya, dia menghimbau agar semua pelaku usaha pertambangan nikel bersama-sama melakukan pengawasan dan disiplin dalam manajemen tambang sehingga implementasi dari peraturan menteri ESDM tersebut tidak meleset dan sesuai dengan harapan.
“Terbitnya Permen ini merupakan hadiah yang tak terhingga nilainya dari pemerintah untuk para penambang nikel yang selama ini terpuruk dengan harga jual nikel domestik yang sangat rendah ditambah munculnya pandemi Covid-19,” ujarnya. (ATN)
Discussion about this post