ASIATODAY.ID, JAKARTA – Parlemen Indonesia berkomitmen mendorong perdamaian Myanmar serta mengajak seluruh parlemen negara ASEAN untuk turut berpartisipasi dalam mendorong Myanmar agar segera melaksanakan 5 kesepakatan atau Lima Poin Konsensus (5PC) yang telah disepakati oleh 9 pemimpin ASEAN dengan pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.
“Di forum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ini kami berharap semuanya dari negara-negara ASEAN yang hadir pada kesempatan ini, 9 ketua DPR bisa juga mendorong terkait dengan bagaimana Myanmar segera menyelesaikan permasalahan yang ada di negaranya dengan damai sesuai dengan kesepakatan ASEAN yang sudah disepakati,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani pada awak media di Fairmont, Jakarta, Minggu (6/8/2023).
Lima Poin Konsensus yang merupakan hasil pertemuan tingkat tinggi yang dilaksanakan di Jakarta, pada 24 April 2021 diantaranya meliputi, tuntutan agar aksi kekerasan di Myanmar segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. Kemudian, dialog konstruktif antara semua pihak yang berkepentingan perlu dilakukan untuk mencari solusi damai.
Selanjutnya, utusan khusus ASEAN wajib memfasilitasi mediasi proses dialog, dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN.
ASEAN dalam kesepakatan tersebut juga berjanji akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan dalam Penanggulangan Bencana (AHA Center), serta menuntut dibukanya akses bagi delegasi khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar untuk mewujudkan dialog yang inklusif.
Komitmen DPR RI dalam mendorong perdamaian di Myanmar pada Sidang ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Ke-44 yang dilaksanakan di Jakarta pada 5-11 Agustus 2023 ditunjukkan melalui salah satu draf resolusi Indonesia.
Pada Presidensi Indonesia tahun ini AIPA juga mengusung tema “Responsive Parliament for a Stable and Prosperous ASEAN” sebagai semangat agar ASEAN dapat lebih lentur dan adaptif dalam menyikapi dinamika yang terjadi di kawasan.
“Kerja sama konkret yang akan dilakukan tentu saja sebagai negara ASEAN yang sekarang ini Indonesia menjadi ketuanya, bersama-sama dengan pemerintah kami ingin bahwa posisi ASEAN di dunia internasional memang nantinya itu akan sangat berperan bersama-sama menjadi satu bagian dari satu kelompok kepemimpinan yang kemudian diakui oleh dunia,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Sementara itu, Ketua Badan Kerja-Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon saat diwawancarai Parlementaria di Fairmont, Jakarta, Minggu (6/8/2023) mengungkapkan melalui momentum Sidang Umum AIPA ke-44 yang resmi dibuka pada Senin (7/8/2023) tersebut, DPR RI sebagai tuan rumah sekaligus Presidensi AIPA akan mengajukan 6 draf resolusi.
Fadli mengungkapkan 6 draf resolusi yang diinisiasi oleh Indonesia itu merupakan bagian dari upaya yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan di kawasan ASEAN. Terutama bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam Sidang Umum AIPA ke-44 tersebut nantinya juga akan cukup banyak membahas resolusi yang diajukan oleh anggota AIPA lainnya.
Diantaranya, komite politik, komite ekonomi, komite sosial, komite organisasi, Young Parliamentarians of the ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (YPA) dan Women Parliamentarians of ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (WAIPA).
Selain itu, Fadli menegaskan bahwa DPR RI melalui BKSAP pada Sidang Umum AIPA ke-44 juga akan mengajukan perdamaian berkelanjutan di Myanmar dengan mendorong efektivitas ‘Five Point Consensus ASEAN’ terkait penyelesaian konflik di Myanmar sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
“AIPA ke-44 kali ini kita tidak mengundang Myanmar karena Myanmar sebagai anggota ASEAN mempunyai masalah internal yang masih pelik, ya. Dan kita juga berharap Myanmar menerapkan 5 poin konsensus atau 5 kesepakatan itu. Dan ternyata sejauh ini belum ada kemajuan yang berarti masih ada tindak kekerasan di sana, ada 6.000 orang lebih yang meninggal selama beberapa tahun ini,” sesalnya.
“Kita ingin konflik ini diselesaikan dengan cara damai dan kita berharap rezim yang berkuasa Di Myanmar itu bisa membuka dialog yang inklusif dengan semua pihak dan juga sesuai dengan 5 poin konsensus itu ada akses kemanusiaan, penghentian kekerasan, ada special envoy yang melihat langsung kondisi di lapangan dan sebagainya. Jadi ada perdamaian yang berkelanjutan,” pungkas Fadli. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post