ASIATODAY.ID, JAKARTA – Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat, Indonesia menjadi negara dengan produksi nikel tertinggi di dunia pada 2021.
Berdasarkan data USGS, Indonesia memproduksi 1 juta metrik ton nikel pada 2021, naik 29,7 persen dibandingkan 2020 yang hanya 771 ribu ton.
Posisi Indonesia diikuti Filipina yang berada di peringkat kedua dengan produksi sebanyak 370 ribu metrik ton pada 2021. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yang sebanyak 334 ribu ton.
Posisi ketiga ditempati Rusia dengan jumlah produksi sebanyak 250 ribu metrik ton pada 2021, turun dibandingkan pada 2020 yang mencapai 283 ribu ton.
Kemudian Australia tercatat memproduksi nikel sebanyak 160 ribu metrik ton, Kanada 130 ribu metrik ton, Brazil 100 ribu metrik ton, dan China 120 ribu metrik ton pada 2021. Lalu, negara-negara lain memproduksi nikel sebanyak 410 ribu metrik ton pada tahun lalu.
Secara keseluruhan, dunia memproduksi nikel sebanyak 2,7 juta metrik ton pada 2021. Jumlah itu naik dari posisi 2020 yang sebanyak 2,51 juta metrik ton.
Harga nikel dunia sempat melambung sebagai dampak perang Rusia-Ukraina. Harga komoditas nikel sempat tembus USD101.365 per ton pada perdagangan Selasa (8/3) lalu.
Harga nikel melonjak karena pasar khawatir pasokan dari Rusia terhenti.
Cadangan Nikel Indonesia
Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terikira 986 juta ton).
Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
“Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono, dalam webinar Masa Depan Hilirisasi Nikel Indonesia, dikutip Jumat (16/10/2020).
Eko mengungkapkan, hingga kini kegiatan eksplorasi nikel terus berjalan agar Indonesia bisa lebih mandiri dalam produksi nikel. Melalui proses hilirisasi, nikel diharapkan bisa menambah nilai tambah bagi negara.
Berdasarkan rekomendasi Badan Geologi, Budi menjelaskan eksplorasi cebakan nikel lebih mudah diarahkan pada endapan mineral logam tipe laterit dibandingkan tipe primer karena potensinya lebih ekonomis.
“Sejauh ini cadangan di laterit itu jauh lebih besar daripada yang primer,” kata Eko.
Pada 2019, Indonesia telah menjadi produsen bijih nikel terbesar di dunia pada tahun 2019.
Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina (420 ribu ton Ni), Rusia (270 ton Ni), dan Kaledonia Baru (220 ribun ton Ni). (ATN)
Discussion about this post