ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pulau Sulawesi tidak hanya menyimpan kekayaan mineral yang melimpah, namun menjadi rumah bagi spesies flora dan fauna endemik di Indonesia.
Pada akhir 2021, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat 88 penemuan jenis baru yang telah dideskripsikan. Hampir 80 persen spesies baru tersebut ditemukan di Sulawesi.
Penemuan fauna mendominasi, dengan jumlah 75 spesies baru. Sisanya, flora sebanyak 13 spesies. Penemuan spesies baru ini dinilai memiliki arti penting bagi studi taksonomi dan sistematika.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR-IPH) BRIN Iman Hidayat mengatakan Indonesia merupakan negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia, yang meliputi kekayaan hayati darat dan laut. Namun, jumlah yang berhasil diungkap dan terekam saat ini masih minim.
“Beberapa peneliti memperkirakan jumlah keanekaragaman hayati yang sudah ditemukan saat ini baru sekitar 10 persen dari total potensi keanekaragaman hayati yang ada,” ujar Iman dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).
Penemuan ini menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi.
Dari 75 spesies fauna baru yang berhasil diidentifikasikan, 68 persen di antaranya merupakan fauna endemik dari Sulawesi. Kelompok fauna ini yaitu jenis baru kumbang, celurut, ular, cacing, udang dan ikan.
Sedangkan, 32 persen sisanya berasal dari kelompok coleoptera, cicak, kadal, katak, kecoa, burung, ikan, isopoda, dan krustasea yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia dan Papua Nugini.
Sementara itu, dari 13 spesies flora yang ditemukan, 54 persen di antaranya juga dari Sulawesi.
Jenis flora yang ditemukan antara lain begonia, jahe-jahean, anggrek, Cyrtandra, Bulbophyllum, Artocarpus. Sedangkan sisanya ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa Barat dan Filipina.
Upaya pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas jadi salah satu program prioritas BRIN sejak terbentuk.
“OR-IPH BRIN sebagai koordinator program riset nasional saat ini memiliki dua kegiatan penting yaitu rumah program terkait pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas nusantara serta konservasi tumbuhan terancam punah,” jelas Iman.
Iman menjelaskan beberapa upaya konservasi keanekaragaman hayati BRIN yang dilakukan meliputi penyimpanan data whole genome sequence dan partial DNA/protein sequence Kehati.
Kemudian, pengungkapan ancaman dan dampak perubahan global terhadap status ekosistem dan biodiversitas nusantara.
Lalu, rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah, eksplorasi dan konservasi secara ex situ, serta ekologi dan restorasi spesies.
Kepala Pusat Riset Biologi Anang S. Achmadi menerangkan keberhasilan peneliti BRIN dalam mengungkap spesies baru Indonesia ibarat menemukan harta karun di bumi pertiwi.
Proses penelitian ini amat panjang, dimulai dari eksplorasi, studi koleksi museum hingga penggunaan teknologi untuk proses identifikasi.
“Perjalanan penelitian tidak serta merta berhenti setelah menemukan spesies baru, akan muncul banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan terhadap penemuan spesies baru tersebut. Seperti kandungan zat aktif apa yang terdapat pada spesies ini, atau menjadi indikator lingkungan perubahan lingkungan,” ungkap Anang.
Anang mengatakan BRIN sangat berperan aktif terkait upaya konservasi biodiversitas Indonesia.
Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)-BRIN memiliki peran sebagai otoritas ilmiah (scientific authority) di Indonesia.
SKIKH berpartisipasi aktif sebagai delegasi Indonesia dalam Convention on Biological Diversity (CBD), Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan lain sebagainya.
Selain itu, upaya konservasi lain yang telah dilakukan sejak puluhan atau ratusan tahun selama ini juga diwujudkan dalam bentuk depositori dan repositori ilmiah yang tersimpan dalam Museum Zoologicum Bogoriense, Herbarium Bogoriense, dan Indonesian Culture Collection. (ATN)
Discussion about this post