ASIATODAY.ID, JAKARTA – Gerakan menuntut perubahan atau reformasi tengah bergulir di negeri Lebanon. Perubahan sistem negara termasuk amandemen konstitusi menjadi agenda utama.
Namun, Presiden Libanon Michel Aoun mengusulkan agar proklamasi negaranya sebagai negara sekuler.
“Saya menyerukan proklamasi Lebanon sebagai negara sekuler,” kata Aoun, dalam pidato menyambut peringatan 100 tahun negara Lebanon, dikutip dari AFP, Senin (31/8/2020).
Lebanon sempat diguncang ledakan besar di pelabuhan Beirut. Ini dipicu oleh tumpukan amonium nitrat dalam jumlah besar yang dibiarkan tersimpan bertahun-tahun di gudang di pelabuhan.
Insiden ini memaksa sejumlah pejabat pemerintah mengundurkan diri pada 10 Agustus. Sejumlah negara, termasuk AS dan Prancis, pun mendesak adanya reformasi di negeri itu.
Menurut Aoun, sistem negara sekuler adalah satu-satunya cara “untuk melindungi dan melestarikan pluralisme” serta menciptakan persatuan yang nyata.
“Pemuda Lebanon menyerukan perubahan untuk mereka dan untuk masa depan mereka,” ujarnya.
“Saya katakan, ya, waktunya telah tiba,” kata dia, “Ada kebutuhan untuk mengembangkan, memodifikasi, mengubah sistem. Sebut saja sesuka Anda, tetapi Lebanon pasti perlu menjalankan urusannya dengan cara baru”.
Aoun mengaku akan menyerukan dialog termasuk dengan otoritas agama dan pemimpin politik untuk mencapai “formula yang diterima oleh semua orang dan yang akan diwujudkan dalam amandemen konstitusi yang layak”.
Dia akan menerima perwakilan dari blok parlemen dan anggota parlemen independen pada Senin (31/8) untuk memulai konsultasi menuju penunjukan perdana menteri baru setelah pemerintah mengundurkan diri menyusul ledakan Beirut.
Sebagai referensi, model pemerintahan Lebanon saat ini adalah persetujuan Taef tahun 1989 yang mengakhiri perang saudara 1975-1990. Sistem politiknya disebut sebagai konfesionalisme, yakni pembagian kekuasaan antara aliran-aliran agama yang berbeda.
Mereka mengakui 18 sekte agama resmi dan 128 kursi parlemennya pun dibagi rata antara Muslim dan Kristen. Negara inipun tak pernah sepi dari pergolakan politik berbasis sektarian.
Sementara, sistem sekuler sendiri berlandaskan pada konsep pemisahan agama dari politik dan sistem kenegaraan.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron disebut akan mendarat di Lebanon pada Senin (31/8). Ini menjadi kunjungan keduanya dalam beberapa minggu terakhir.
Tujuannya, untuk menegaskan perlunya reformasi setelah ledakan Beirut yang menewaskan sedikitnya 188 orang dan melukai ribuan lainnya.
Macron, pada Jumat (28/8), sempat berbicara soal “kendala sistem konfesional” dalam politik yang menghambat reformasi.
Menjelang kembalinya Macron ke Lebanon, Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, yang juga sekutu dekat Aoun, mengatakan gerakan Syiahnya “terbuka” terhadap proposal Prancis soal fakta politik baru untuk Lebanon selama ada konsensus nasional.
“Pada kunjungan terakhirnya ke Lebanon, kami mendengar seruan dari Presiden Prancis untuk fakta politik baru di Lebanon. Hari ini kami terbuka untuk diskusi konstruktif dalam hal ini,” kata dia.
“Tapi kami punya satu syarat: diskusi ini harus dilakukan dengan kemauan dan persetujuan dari berbagai faksi Lebanon,” imbuh dia, beberapa jam sebelum pidato Aoun. (ATN)
Discussion about this post