ASIATODAY.ID, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) tak kuasa membendung gelombang resesi. Perekonomian negeri Paman Sam terkontraksi hingga 32,9 persen pada kuartal II-2020. Sebelumnya, pada kuartal I tahun ini pertumbuhan ekonominya juga minus 5 persen.
Situasi ini menempatkan AS pada kondisi ekonomi terburuk sejak 1947, dimana resesi ekonomi saat itu terjadi setelah penyumbang utama ekonomi AS yaitu konsumsi rumah tangga rontok 34,6 persen secara tahunan.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core Indonesia) Piter Abdullah memandang, resesi ekonomi Amerika Serikat sudah dapat diproyeksikan. Hal itu karena perdagangan ekspor dan impor yang menjadi negara mitra AS mengalami penurunan secara drastis.
“Proses resesinya sendiri sudah berlangsung sejak awal tahun 2020 ini, itu sudah dapat diproyeksikan sejak awal saat pandemi Covid-19,” jelas Piter, Sabtu (1/8/2020).
Menurutnya, resesi ekonomi AS tidak akan berdampak signifikan kepada Indonesia. Kontraksi ekonomi AS hanya akan berdampak signifikan terhadap negara-negara yang bergantung pada ekspor. Bahkan, negara-negara tersebut hanya menunggu waktu kapan resesi akan terjadi.
Sementara Indonesia, secara instrument perekonomian tidak bergantung pada ekspor. Sehingga kekhawatiran dampak resesi di AS dan banyak negara tidak akan membuat buruk perekonomian Indonesia.
“Memang negara-negara tertentu yang sangat bergantung kepada ekspor akan terseret lebih dalam karena selain terjadi wabah di domestik, ekspornya juga turun karena penurunan ekonomi global. Tapi, Indonesia bukan negara seperti itu. Kita tidak bergantung Ekspor. Jadi resesi di AS dan di banyak negara lainnya tidak akan menambah buruk perekonomian Indonesia,” paparnya.
Peter menyebut, dampak resesi di berbagai negara termasuk AS sebenarnya sudah dirasakan di Indonesia. Di mana, ekspor Indonesia sudah menurun dan karena itu tidak akan berdampak lebih besar lagi.
“Perekonomian kita sudah terkontraksi, khususnya oleh karena wabah yang menyebabkan konsumsi dan investasi kita menurun,” kata Peter.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, imbas resesi ekonomi AS cukup dirasakan bagi perekonomian dalam negeri. Dimana tiap 1 persen pertumbuhan ekonomi AS terkoreksi akan berpengaruh terhadap 0.02-0.05 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Efek resesi AS juga memberikan dampak pada kepercayaan investor dalam berinvestasi di aset yang beresiko tinggi seperti saham. Perubahan perilaku investor semakin mengincar safe haven seperti emas dan government bond. Artinya capital outflow dari pasar modal kemungkinan besar terjadi.
Dalam sepekan terakhir nett sales atau penjualan bersih saham di Indonesia naik Rp1.86 triliun. Aksi jual terus berlanjut,” jelas Bhima.
Efek lain, turunnya kinerja ekspor ke AS sebagai mitra dagang utama. Resesi di AS membuat daya beli konsumen menurun, dan otomatis permintaan ekspor seperti tekstil, pakaian jadi olahan kayu dan alas kaki merosot khususnya pada semester dua 2020. (ATN)
Discussion about this post