ASIATODAY.ID, NEW YORK – Survei yang dilakukan JP Morgan mengemukakan bahwa pengambil keputusan bisnis di Asia Pasifik mengutip prospek resesi global dan dampak tarif perdagangan sebagai risiko terbesar bagi perusahaan mereka dalam enam hingga 12 bulan ke depan. Tentu ada harapan agar risiko-risiko tersebut bisa ditekan sedemikian rupa.
Sekitar 30 persen dari pejabat keuangan dan bendahara kelompok di wilayah tersebut dari 130 perusahaan global mengatakan bahwa mereka merasakan potensi resesi global yang menimbulkan risiko terbesar bagi bisnis. Hal itu terungkap dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan di Forum CFO dan Bendahara Morgan Asia Pacific CFO dan Bendahara di Asia.
Dampak dari tarif perdagangan global menjadi perhatian utama bagi sekitar 27 persen responden, sementara 24 persen mengatakan mereka khawatir tentang perlambatan di pasar negara berkembang, sebanyak 10 persen mengungkapkan ancaman dunia maya adalah kekhawatiran utama, dan sembilan persen menunjuk ke Brexit dan masa depan dari zona euro.
“Kekhawatiran atas dampak headwinds dalam lingkungan makro global ada di depan dan pusat dalam pikiran CFO teratas dan bendahara korporasi global,” kata Kepala Perbankan Korporasi untuk Asia Pasifik JP Morgan Oliver Brinkmann, seperti dikutip dari CNBC, Senin (28/10/2019).
“Sementara pandangan JP Morgan bukan untuk resesi. Pertumbuhan diperkirakan melambat di kuartal mendatang, dengan pertumbuhan global pada perkiraan 2019 di 2,7 persen dan turun menjadi 2,5 persen pada 2020,” tambahnya.
Para ahli mengatakan kemungkinan resesi lain terjadi adalah ‘sangat tidak nyaman’ dalam 12 hingga 18 bulan ke depan meskipun ada tindakan dari pembuat kebijakan untuk mencoba dan membalikkan arah. Bahkan, Dana Moneter Internasional baru-baru ini membuat revisi ke bawah untuk prospek pertumbuhan global yakni pada 2019 dan 2020.
Perang perdagangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga telah mengguncang pasar global dan menciptakan banyak ketidakpastian bagi bisnis. Sebagian karena gangguan dalam rantai pasokan global. Meskipun beberapa kemajuan telah dibuat baru-baru ini, tarif AS dan Tiongkok untuk impor satu sama lain masih tetap ada.
Dalam survei JP Morgan, sebanyak 34 persen merespons gangguan rantai pasokan global dengan mengeksplorasi opsi penetapan harga dengan pemasok, sementara 32 persen mengungkapkan bahwa mereka saat ini mencari sumber pemasok alternatif.
“Kami masih melihat peluang pertumbuhan terutama di negara-negara berkembang Asia tetapi peristiwa geopolitik tetap memberikan sentimen,” pungkas Brinkmann. (At Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post