ASIATODAY.ID, JAKARTA – Industri Kopi di Indonesia menghadapi ancaman serius, salah satunya serbuan kopi impor yang membanjiri pasar domestik.
Padahal, Indonesia merupakan surga Kopi dunia. Industri kopi nasional bahkan tumbuh 250 persen dalam sepuluh tahun terakhir bersaing dengan Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan Komisi VII DPR RI yang dipimpin Tifatul Sembiring dengan direksi PT. Santos Jaya Abadi, salah satu produsen kopi nasional dengan merk terkenal “Kapal Api” di Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (17/10/2022).
“Pada 2022, komoditas kopi berkontribusi 16,15 persen terhadap PDB dengan jumlah rumah tangga yang menggantungkan hidup dari kopi secara langsung sebanyak 7 juta jiwa,” kata Tifatul dikutip, Kamis (20/10/2022).
Menurut Tifatul, Indonesia merupakan surga bagi komoditas kopi. Komoditi dari hasil perkebunan ini, mempunyai peran penting dan bahkan termasuk komoditas terbesar ketiga Indonesia setelah sawit dan karet.
Produksi kopi yang melimpah, serta permintaan domestik merupakan modal kuat bagi para pemain lokal bertanding dalam skala global yang lebih luas. Satu diantaranya adalah PT Santos Jaya Abadi.
PT Santos Jaya Abadi merupakan perusahan Multinasional yang memproduksi minuman yang tergabung dalam Kapal Api Group, bermarkas di sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam rentang waktu yang tak terlalu lama, perusahan yang memproduksi minum kopi, salah satunya dengan merk “Kapal Api” secara langsung mengalami kemajuan yang pesat dan berkelanjutan.
“Di balik kedigjayaan PT Santos Jaya Abadi, yang menaungi merek kopi Kapal Api, terdapat konsistensi dalam menjaga kualitas sekaligus inovasi mutakhir yang terus berlangsung tanpa henti di berbagai lini. Inovasi yang mereka lakukan berkesinambungan untuk menjadi entitas yang lebih baik lagi. Tidak hanya sebatas inovasi produk dengan mengeluarkan berbagai rasa, tetapi juga menyasar berbagai segmen dari kemampuan ekonomi,” paparnya.
Hal ini, lanjutnya, dibuktikan dengan sejumlah produk premium yang diproduksi PT Santos Jaya Abadi selaku produsen Kapal Api. Dengan demikian, peluang untuk menciptakan aliran kas masuk menjadi lebih besar. Selain itu, aspek pemasaran juga yang menjadi ujung tombak kinerja Kapal Api pun turut digarap serius.
Meskipun Kapal Api telah menjadi market leader di Indonesia, namun pada perkembangannya Kapal Api masih dihadang beragam tantangan salah satunya kehadiran kopi impor luar negeri.
“Berdasarkan data BPS, total volume impor kopi dan produk turunannya ke Indonesia sebesar 12,35 juta kg dalam 9 bulan pertama pada tahun 2021. Oleh karena itu, Komisi VII DPR RI berhahap PT Santos Jaya Abadi melakukan penetrasi pasar ekspor agar kopi Kapal Api dapat terus bersaing dan berkontribusi bagi peningkatan devisa negara,” imbuhnya.
Peta Produk Kopi Nasional
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris mendesak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mendata secara akurat peta produk kopi nasional dari hulu ke hilir.
Sebagai surga kopi, Indonesia punya kekhasannya sendiri. Setiap daerah punya jenis kopi masing-masing. Dan yang belum terdata dengan baik adalah seberapa luas lahan petani kopi dan lahan swasta. Ini penting untuk mengetahui kesejahteraan para petani kopi nasional.
“Kalau kita belajar sejarah, kenapa VOC datang ke Indonesia, itu untuk mencari candu dan kopi. Itu ternyata mengartikan bahwa Indonesia punya potensi yang besar di kopi,” jelasnya.
Menurut dia, potensi besar atas kopi lokal tersebut mengharuskan Kemenperin memberi perhatian serius, terutama soal data.
“Harus ada data lengkap soal produksi rakyat dan produksi perkebunan swasta yang menanam kopi. Berapa banyak produksinya per bulan dikaitkan dengan kebutuhan industri seperti Kapal Api ini. Di sinilah kesejahteraan petani kopi juga dibicarakan,” paparnya.
Menurut Andi, kopi hasil petani banyak dibeli para tengkulak dengan harga murah. Kopi rakyat tak terserap dengan baik oleh pasar dan tidak diproteksi. Akhirnya, dikhawatirkan para petani itu tak mau lagi menanam kopi, karena tak membawa kesejahteraan. Kalau seperti ini kondisi sosial petani kopi, maka Indonesia bisa kehilangan kopi khasnya yang sudah dikenal dunia. Belum lagi, ada impor kopi yang merusak harga pasar kopi domestik.
“Tugas Kemenperin menjadi penting sekali terutama menjaga produk-produk pangan lokal atau makanan minuman yang asli Indonesia. Produk asli Indonesia itu, kan, tidak sulit. Nah, Kapal Api mengimpor 40 persen kopi instan dari Brazil sebagai pencampur rasa atau karena ingin mendapkan harga yang murah,” sebut Andi lagi.
Merespon hal ini, Robin Setyono CEO PT Kapal Api Global, induk dari PT Santos Jaya Abadi menjelaskan, impor kopi instan dilakukan sebab secara preferensi rasa, belum bisa disubstitusi di mesin dryer (pengering) kopi instan yang telah di miliki PT Santos Jaya Abadi sendiri.
Kopi instan dari Brasil menggunakan bahan baku conilon yang hanya dimiliki oleh negara tersebut. Saat ini, PT Santos Jaya Abadi sebetulnya telah memiliki dua dryer yang khusus memproduksi kopi instant sejak tahun 2011.
“Ke depan ingin menambah lini produksi ketiga serta keempat. Harapan kami ke depan ingin menjadi produsen kopi instan terbesar di Indonesia. Bahkan, menjadi industri yang bisa mendulang devisa. Semuanya itu butuh waktu dan proses yang tidak mudah, sehingga membutuhkan dukungan dari semua pihak termasuk regulasi-regulasi yang mendukung ke arah sana,” ungkap Robin.
Seperti halnya industri krimer, lanjutnya, yang dahulu sangat bergantung dengan krimer Korea. Sejak 2005, Kapal Api telah mendirikan pabrik krimer untuk menggantikan ketergantungan impor dari Korea. Dimulai dengan dryer pertama yang berkapasitas dua ton per jam. Dilanjutkan dryer kedua dengan kapasitas 3,7 ton per jam dan tambah lagi dryer ketiga dengan kapasitas enam ton per jam.
“Tahun depan direncanakan tambah dryer ke empat dengan kapasitas enam ton per jam. Dengan pengembangan yang dilakukan oleh grup kami tersebut, bukan hanya memenuhi kebutuhan kami saja, tetapi juga sudah dapat melakukan ekspor yang tentu dapat mendulang devisa negara,” tutup Robin. (ATN)
Discussion about this post