ASIATODAY.ID, JAKARTA – Negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) memberlakukan tarif listrik yang berbeda-beda. Adapun tarif listrik di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara ASEAN.
Pemerintah Indonesia sendiri secara resmi telah enaikkan tarif listrik untuk golongan rumah mewah dan pemerintahan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tarif listrik di Indonesia untuk golongan rumah tangga (RT) R2 atau daya 3.500 va-5.500 va, R3 dengan daya 6.600 va, P1 dengan daya 6.600 va-200 kva, P3 naik menjadi Rp1.699,53 per kWh, sedangkan untuk golongan P2 dengan daya lebih dari 200 kva naik menjadi Rp1.522,88 per kWh.
Di Thailand, tarif listrik rumah tangga mencapai Rp1.597 per kWh, Vietnam Rp1.532 per kWh, Singapura Rp2.863 per kWh, dan Filipina Rp2.421 per kWh.
Sementara untuk golongan bisnis menengah-TR di Filipina Rp1.636 per kWh, Malaysia Rp1.735 per kWh, Vietnam Rp1.943 per kWh, Singapura Rp2.110 per kWh, dan Thailand Rp1.413 per kWh.
Di samping itu, tarif listrik di Indonesia sebesar Rp1.115 per kWh masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai Rp1.922 per kWh, Filipina Rp1.567 per kWh dan Vietnam Rp1.117 per kWh, dan Malaysia Rp1.060 per kWh, serta Thailand Rp991 per kWh.
Untuk jenis pengguna industri besar di Indonesia sebesar Rp997 per kWh, hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan Thailand Rp990 per kWh dan Malaysia Rp991 per kWh.
Untuk kelas ini, Singapura mematok tarif Rp1.863 per kWh, Filipina Rp1.559 per kWh, dan Vietnam Rp1.060 per kWh.
Tidak Menyentuh Masyarakat Kurang Mampu
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM Rida Mulyana mengungkapkan, pengenaan tarif keekonomian ini hanya untuk sebagian golongan pelanggan non subsidi dari golongan pelanggan rumah tangga ekonomi mampu yang tidak seharusnya mendapat subsidi atau bantuan. Sementara itu, masyarakat kurang mampu tetap mendapatkan bantuan dari Pemerintah.
“Kita memerlukan tariff adjustment salah satunya dalam rangka untuk sharing burden dan kita sekaligus mengkoreksi bantuan Pemerintah agar lebih tetap sasaran, kita melakukan koreksi untuk lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan dan diputuskan akan diberlakukan kepada golongan pelanggan Rumah Tangga berdaya mulai 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan golongan Pemerintah (P1, P2, dan P3),” ujar dia Senin (13/6/22).
Penyesuaian tarif listrik ini dipastikan Rida tidak akan menyentuh masyarakat kurang mampu yang masih memperlukan bantuan Pemerintah.
“Untuk golongan yang bersubsidi, itu sama sekali tidak kita sentuh, nengok saja tidak, karena kita masih harus melindungi saudara-saudara kita, yang tidak bersubsidi pun R1 itu sama sekali tidak dipertimbangkan untuk dinaikkan. Jadi untuk R1 sampai 2.200 VA kita tidak sesuaikan tarifnya,” tegas Rida.
Kepastian untuk melindungi pelanggan kurang mampu senada diungkapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, untuk menjaga dan melindungi daya beli masyarakat dan juga mengendalikan inflasi, maka sejak tahun 2017 itu Pemerintah memutuskan tidak ada kenaikan tarif listrik yaitu dengan menghentikan proses yang namanya Automatic Tariff Adjustment.
“Konsekuensi yang timbul akibat penghentian Automatic Tariff Adjustment, Pemerintah melalui PLN sudah mengeluarkan subsidi sebesar 243 triliun sejak tahun 2017 hingga tahun 2021, tahun 2022 sedang berjalan dan ditambah kompensasi sebesar Rp94 triliun dengan tujuan secara philosophies untuk menjaga daya beli masyarakat agar tetap tinggi dan mengendalikan inflasi agar tetap rendah,” ujar Darmawan.
Bantuan yang sudah dikeluarkan tersebut lanjut Darmawan, harus tepat sasaran yakni hanya kepada keluarga yang berhak menerima bantuan dan bukan golongan pelanggan rumah tangga mampu yang memiliki daya listrik 3500 VA s.d 5.500 VA (R2), 6.600 VA ke atas (R3). Total kompensasi yang tidak tepat sasaran mencapai Rp4 triliun.
Darmawan menjelaskan, dari setiap kwh listrik yang disalurkan ke rumah tangga dengan ekonomi mampu ini ada komponen bantuan Pemerintah yaitu sebesar Rp255 per Kwh karena biaya tarif listrik saat ini adalah Rp1.444,70 per kwh, sedangkan biaya pokok produksi dengan adanya faktor eksternal akan meningkat menjadi Rp1,699,53 per kwh.
“Porsi Rp255 per Kwh yang disalurkan kepada rumah tangga ekonomi mampu inilah yang kemudian diputuskan oleh Pemerintah yang secara philosophies ini adalah bantuan Pemerintah yang kurang tepat sasaran, ini akan dikembalikan lagi dan bantuan Pemerintah seharusnya diberikan kepada keluarga yang betul-betul membutuhkan yakni keluarga tidak mampu,” jelas Darmawan.
Darmawan kembali menambahkan, untuk pelanggan rumah tangga ekonomi mampu golongan R2 yang berjumlah 1,7 juta pelanggan dan juga pelanggan golongan R3, rumah tangga ekonomi mampu daya terpasang 6.600 Va ke atas yang jumlahnya 316 ribu pelanggan, tarifnya akan disesuaikan sebagaimana keekonomian.
Artinya, pelanggan tersebut sebelumnya menerima bantuan Rp255 per Kwh dari Pemerintah, maka bantuan ini direalokasikan untuk program-program yang langsung mengenai masyarakat kurang mampu. Dengan komponen kompensasi yang direalokasikan tersebut, tarif yang sebelumnya dibantu Pemerintah yaitu Rp1.444,70 per kwh dikoreksi menjadi tarif yang berbasis pada keekonomian yaitu, Rp 1,699,53 per kwh.
“Untuk rumah tangga dengan daya dibawah 3.500 VA yaitu keluarga ekonomi yang memang perlu dibantu dan membutuhkan dukungan Pemerintah sebanyak 74,2 juta pelanggan tidak mengalami perubahan dan terus mendapatkan dukungan bantuan dari Pemerintah dalam rangka, satu menjaga daya beli masyarakat dan kedua dalam rangka menekan laju inflasi agar tetap rendah. dan ini adalah bentuk kepedulian Pemerintah terhadap masyarakat,” tukas Darmawan. (ATN)
Discussion about this post