ASIATODAY.ID, LOMBOK TENGAH – Spesies Dugong di perairan Indonesia kian terancam punah. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap konservasi biota laut menjadi persoalan serius yang harus segera dijawab.
Yang terbaru, seekor Duyung (Dugong) yang terdampar di Pantai Ariguling, Lombok Tengah pada (24/1/2021) lalu, harus bernasib tragis. Selain diseret ke tepi pantai, biota langka ini juga dipotong-potong oleh warga dan dagingnya dibagikan kepada warga.
Menurut Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Barat (NTB), Dugong terdampar tersebut pertama kali ditemukan oleh Jaja, yang berprofesi sebagai pemandu wisata selancar (guide surfing). Dugong atau yang dikenal dengan nama lokal Duyung Kerbau ditemukan sudah mengambang di tengah laut depan warungnya sekitar pukul 06.30 WITA dengan luka di bagian kepala.
Bangkai dugong tersebut kemudian diseret bersama-sama warga ke pantai dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat sekitar. Alasannya, jika dibiarkan akan membusuk, menimbulkan bau serta penyakit.
Fakta itu menggambarkan bahwa pemahanan konservasi terhadap biota laut dilindungi oleh masyarakat setempat masih sangat rendah.
Petugas Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja (wilker) NTB, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya turun tangan memberikan edukasi penanganan biota laut terdampar kepada warga di lokasi kejadian Duyung (Dugong) terdampar di Pantai Ariguling, Lombok Tengah.
Pasalnya, masyarakat sekitar kejadian masih seringkali memanfaatkan bangkai dugong. Dugong, statusnya termasuk mamalia laut yang dilindungi secara nasional dan international.
“Dugong adalah biota laut yang dilindungi penuh. Seluruh bagian tubuh dan produk turunannya tidak boleh dimanfaatkan,” ujar Kepala BPSPL Denpasar, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL), Permana Yudiarso melalui keterangannya dikutip Rabu (27/1/2021).
Menurut Yudi, edukasi tentang perlindungan Dugong dilakukan agar kejadian tersebut tidak terulang di kemudian hari.
“Edukasi kami lakukan sebagai bagian tindakan persuasif KKP. Selain melakukan sosialisasi dengan penemu dugong, kami juga menginformasikan dan menjelaskan tentang regulasi/peraturan jenis-jenis ikan yang dilindungi kepada nelayan sekitar,” terang Yudi.
Dikutip dari WWF, Duyung atau Dugong (Dugong dugon), adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia, dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang area tempat tinggalnya tidak terbatas pada perairan pesisir. Tapi sayang, dari 1,507 km2 luas padang Lamun (tumbuhan berbunga yang tumbuh membentuk padang rumput / padang lamun di dasar perairan pesisir yang dangkal) yang menjadi tempat bernaung habitat Dugong di Indonesia, hanya 5% yang tergolong sehat, 80% kurang sehat, dan 15% tidak sehat.
Ciri-ciri Dudong:
Berumur panjang, bisa hidup sampai 70 tahun
Berukuran besar: Panjang tubuhnya bisa mencapai 3 meter dengan berat 450 kg
Merupakan satu – satunya mamalia laut pemakan lamun, dan turut menyeimbangkan ekosistem lamun
Dapat ditemukan di sepanjang cekungan Samudra Hindia dan Pasifik
Mampu menahan napas di dalam air sampai 12 menit, sambil mencari makan dan berenang.
Mengapa Spesiesini Penting?
Dugong masih diburu hidup-hidup dan dagingnya dikonsumsi, meskipun sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Duyung dikategorikan sebagai biota perairan yang dilindungi. Hal ini dikarenakan Duyung termasuk mamalia laut yang populasinya terus menurun dan terancam punah.
Walaupun Duyung sudah ditetapkan sebagai biota yang dilindungi di Indonesia, namun populasi Duyung secara nasional diindikasikan terus mengalami penurunan dan apabila tidak dilakukan langkah-langkah penanganan maka dikhawatirkan Duyung dapat mengalami kepunahan di Indonesia.
Ancaman
Beberapa penyebab buruknya kondisi Dugong yang sering ditemukan saat ini seperti perburuan skala lokal dan pemanfaatan langsung bagian tubuh Dugong, terjaring atau terperangkap di alattangkap (sero, keramba, dll.) milik nelayan, tertabrak kapal wisata dan kapal nelayan, serta penangkapan untuk diperjualbelikan daging atau bagian tubuhnya seperti taring dan air matanya.
Air mata Duyung masih dianggap sebagai bahan ritual klenik, padahal cairan tersebut hanya lendir pelembab mata Duyung yang keluar dari kelenjar air matanya ketika Duyung sedang tidak berada di dalam air. Sayangnya, penangkapan Duyung oleh masyarakat masih sering terjadi sampai dengan saat ini di beberapa tempat akibat kurangnya kesadartahuan masyarakat bahwa Duyung termasuk satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah. (ATN)
Discussion about this post