ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku belum optimal dalam menyerap bahan campuran Aspal Buton, karena tingkat kesulitan yang tinggi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa ada 3 jenis campuran yang bisa digunakan untuk aspal, tidak hanya plastik dan karet namun terdapat aspal buton. Kendati demikian, Basuki mengakui penyerapan Aspal Buton ini tidak begitu besar dikarenakan di dalam pengerjaannya yang lebih memerlukan ketelitian.
“Pengerjaan Aspal Buton itu kan workmanship-nya harus lebih rapi, harus tepat jadi diperlukan ketelitian lebih, harus lebih detail dan pengawasan lebih ketat. Kalau aspal karet dan plastik itu kan dicampur biasa, itu yang merubah sikap,” katanya baru-baru ini.
Aspal Buton merupakan kekayaan alam Indonesia karena depositnya diperkirakan mencapai 663 juta ton dengan kandungan bitumen sekitar 132 juta ton. Aspal Buton tidak persis sama dengan aspal minyak sehingga teknologinya agak berbeda dengan teknologi perkerasan jalan menggunakan aspal minyak.
Aspal Buton ini memiliki keunggulan karena merupakan aspal alam yang memiliki ketahanan dan elastisitas yang tinggi dibandingkan dengan aspal ekstrasi. Jika terkena matahari dan hujan, Aspal Buton akan semakin kuat dan padat, teksturnya pun elastis sehingga kecil kemungkinan mengalami keretakan.
Menurut Basuki, pihaknya ingin menyerap ketiga bahan campuran ini dengan sama rata, tidak ada kecondongan karena ketiganya digunakan untuk pembuatan jalan di daerah penyerapannya masing-masing.
“Ekonomisnya ini butuh semua kita harus menyerap Aspal Buton, kita juga harus membersihkan lingkungan dari plastik juga menyerap karet. Penyerapannya itu jadi kalo daerah Timur kita pakai Buton kalo yang di Sumatera, Kalimantan bisa pakai karet, Jawa bisa pakai plastik,” paparnya.
Dioptimalkan
Pemerintah melalui Kemenko Kemaritiman berupaya mengurangi ketergantungan impor aspal. Pemerintah minta melalui Kementerian PU-PR, Provinsi/Kabupaten dan juga Pertamina serta pelaku usaha lainnya, baik dari BUMN maupun swasta bisa mengoptimalisasikan Aspal Buton agar lebih terserap dalam pembangunan jalan baik jalan nasional, provinsi, ataupun kabupaten.
Menko Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan, Indonesia saat ini masih mengimpor sekitar 75 persen aspal. Padahal, cadangan aspal yang terdapat di Buton bisa mencapai 667-670 juta ton yang setara dengan penggunaan selama 100 tahun. Nilai impornya hampir USD700 juta.
Menurut data Asosiasi Pengembang Aspal Buton Indonesia (ASPABI), total konsumsi dalam negeri Aspal Buton periode 2007-2018 baru sebesar 407.840 ton, atau sama dengan 0,06 persen dari cadangan deposit Aspal Buton. Oleh karena itu, Kemenko Kemaritiman sangat diperlukan peranannya untuk ikut mengawal optimalisasi penyerapan Aspal Buton untuk kepentingan nasional.
Pertamina dan PT Wika Bitumen juga berkomitmen untuk memaksimalkan Aspal Buton, yakni dengan bersinergi untuk membangun pabrik ekstraksi aspal minyak untuk dijadikan asbuton.
Berdasarkan data yang dimiliki Pertamina, sejak 2016-2018, nilai impor aspal minyak per tahun mencapai rata-rata 1.107.000 ton atau senilai USD457.191.000 (dengan nilai argus USD413 per ton), sedangkan Pertamina memproduksi 350.000 aspal minyak per tahun dengan menggunakan crude oil ex Timur Tengah (TKDN 10 persen).
Usulan pemakaian Aspal Buton menurut ASPABI pun, akan terus ditingkatkan dalam waktu 5 tahun ke depan, untuk kebutuhan aspal guna membangun jalan nasional akan meningkat dari 70.000 ton hingga 400.000 ton hingga tahun 2023. Begitupun jumlah Aspal Buton juga akan ditingkatkan dari 200.000 ton, meningkat menjadi 3.400.000 di tahun 2023 dan substitusi terhadap aspal minyak sebesar 25 persen setiap tahun.
Perlu diketahui, jenis aspal alam yang dikenal di dunia saat ini adalah dari Trinidad Lake Asphalt (TLA) Pulau Trinidad di Laut Karibia dan aspal alam di Pulau Buton (Asbuton). Dan konon aspal dari Buton yang sesungguhnya justru lebih unggul. Dari segi cadangan, Aspal Buton jauh lebih besar dari TLA. Cadangannya mencapai 163,9 juta ton. Bahkan, perkiraan lain menyebutkan 450 juta ton, berarti tergolong terbesar di dunia. Usia pemanfaatan cadangannya ditaksir 200 tahun ke depan.
Meski kandungan aspal masih melimpah, sejak 1970-an, tambang ini mulai ditinggalkan karena tingginya biaya operasi yang tidak lagi sebanding dengan pendapatannya. Walaupun sebenarnya, masalah sesungguhnya karena penerapan teknik ekstraksi atau pemurnian konvensional yang tak efisien.
Pada 2018 penggunaan Aspal Buton dilakukan pada jalan sepanjang 709 kilometer (km) yang tersebar pada ruas jalan di berbagai provinsi. Jumlah Aspal Buton yang dibutuhkan sebesar 58.879 ton.
Aspal Buton merupakan kekayaan alam Indonesia dengan deposit diperkirakan mencapai 663 juta ton dengan kandungan bitumen sekitar 132 juta ton. Keberadaan sumber tambang ini telah diketahui pada 1920, tetapi tak tergali dengan baik. Inovasi lalu dilakukan untuk mengolahnya secara efisien hingga mampu menyaingi aspal dari minyak bumi yang mulai langka dan mahal.
Aspal Buton memiliki potensi yang sangat besar dan berada di Kabupaten Buton dan Buton Utara. Di Kabupaten Buton, misalnya, aspal menghampar di kawasan seluas 43.000 hektare, berada di kedalaman sekitar 1.000 meter.
Sebuah hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan, aspal Buton bisa habis dalam 300 tahun jika diproduksi 1 juta ton per tahun. Selain untuk jalan Aspal Buton juga dapat dikonversi menjadi bahan bakar minyak. Apalagi, cadangan minyak Indonesia dan dunia mulai menurun. Aspal buton berdasarkan hasil penelitian mengandung minyak.
Aspal Buton tidak persis sama dengan aspal minyak sehingga teknologinya agak berbeda dengan teknologi pengerasan jalan menggunakan aspal minyak. Namun demikian teknologi Aspal Buton terus dikembangkan, baik dari sisi jaminan kualitas dan teknik penghamparan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PUPR, di antaranya, yakni campuran beraspal dengan asbuton, cold paving hot mix asbuton (CPHMA), lapis penetrasi macadam asbuton (LPMA), butur seal, cape buton seal, dan asbuton campuran aspal emulsi.
Pada 2017, dilakukan replikasi perdana teknologi butur seal dan CPHMA untuk jalan dengan lalu lintas rendah hingga sedang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini juga sekaligus memperkenalkan teknologi Aspal Buton kepada pemda dan penyedia jasa tingkat provinsi, kabupaten, dan desa.
CPHMA adalah produk campuran beraspal siap pakai. Pencampuran dilakukan secara pabrikasi kemudian didistribusikan dalam bentuk kemasan dan selanjutnya dihampar dan dipadatkan secara dingin (pada temperatur udara). Teknologi ini bermanfaat untuk pembangunan jalan di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki akses ke alat pencampur aspal (Asphalt Mixing Plan, AMP).
Untuk meningkatkan penelitian dan pemanfaatan Aspal Buton tersebut, Kementerian PUPR membentuk Loka Litbang Aspal Buton yang berlokasi di Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Unit kerja ini bertugas melakukan penelitian dan pengembangan Asbuton, melakukan pengujian dan sertifikasi produk dan teknologi Aspal Buton. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post