ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mempertegas aturan tata niaga nikel dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, termasuk menciptakan iklim bisnis yang lebih sehat.
Penegasan itu disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia melalui Surat Edaran Nomor: 3.E/MB.01/DJB/2022 tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel dalam Basis Free On Board (FOB).
Surat edaran ini ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 12 Desember 2022 dan ditanda tangani oleh Pelaksana Harian (Plh). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Kementerian ESDM, M. Idris F. Sihite.
Surat edaran diterbitkan dan ditujukan kepada sejumlah stakeholder;
Pertama, untuk direksi badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap kegiatan Operasi Produksi dan IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi komoditas nikel.
Kedua, direksi badan usaha pemegang Izin Kegiatan Usaha Pengolahan dan/atau Pemurnian komoditas nikel.
Ketiga, direksi badan usaha surveyor yang telah ditetapkan sebagai Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral.
Dalam surat edaran ini ditegaskan bahwa pemberitahuan ini dalam rangka meningkatkan penerimaan negara subsektor mineral dan batu bara dalam kegiatan penjualan dan pembelian bijih nikel, Kementerian ESDM menyampaikan hal-hal berikut:
Pertama, terhitung sejak 1 (satu) bulan setelah ditetapkannya surat edaran ini:
a.Pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam yang memproduksi bijih nkel, wajib menggunakan basis Free On Board (FOB) dalam melakukan penjualan bijih nikel yang diproduksi, termasuk penjualan kepada afiliasinya, dengan mengacu HPM bijih nikel sebagai batas bawah dalam penentuan harga penjualan dan penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi.
b. Pihak lain yang melakukan pemurnian bijih nikel yang bahan bakunya berasal dari pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam komoditas nikel wajib melakukan pembelian bijih nikel basis FOB, dengan mengacu HPM bijih nikel sebagai harga batas bawah dalam penentuan harga pembelian.
2. Pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam komoditas nikel diwajibkan segera melakukan penyesuaian kontrak penjualan yang telah disepakati sebelum berlakunya surat edaran ini dan menyampaikan salinan kontrak penjualan yang telah disesuaikan tersebut kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara melalui Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral, paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya surat edaran ini.
3. Pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral Logam komoditas nikel yang tidak menyampaikan salinan dokumen penyesuaian kontrak penjualan sebagaimana dimaksud pada angka 2, tidak dapat melakukan realisasi penjualan di aplikasi Minerba Online Monitoring System (MOMS).
4. Surveyor yang telah ditetapkan sebagai Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral bertugas:
a. Melakukan verifikasi terhadap transaksi jual beli bijih nikel yang wajib dilaksanakan dalam basis FOB; dan
b. Melakukan verifikasi kesesuaian harga penjualan dengan HPM bijih nikel yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Apabila transaksi jual beli bijih nikel bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan dalam surat edaran ini, Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral dilarang untuk menerbitkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV).
6. Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral dapat diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan apabila melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5.
Surat edaran ini telah ditembuskan kepada Menteri ESDM, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, dan Inspektur Jenderal Kementerian ESDM.
Pengusaha akan Patuh
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menegaskan bahwa para pengusaha pertambangan nikel akan mematuhi ketentuan dalam surat edaran tersebut.
Menurut Meidy, ketegasan penerapan transaksi jual beli bijih nikel berbasis FOB inilah yang selama ini diperjuangkan APNI agar benar-benar direalisasikan, baik bagi pelaku usaha pertambangan maupun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) bijih nikel.
Pasalnya, ketentuan transaksi jual beli bijih nikel basis FOB sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Namun, yang terjadi, selama ini pihak smelter dalam menjalankan transaksi jual beli nikel justru menerapkan basis Cost Insurance and Freight (CIF), sehingga penambang nikel harus mengeluarkan biaya tambahan untuk angkut bijih nikel ke tongkang.
“Selama ini, selain kami harus membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke negara, yaitu royalti sebesar 10 persen dan PPh 1,5 persen, kami dikenakan lagi biaya untuk jasa angkut bijih nikel ke tongkang antara US$6 sampai US$8 dolar karena harus mengikuti transaksi jual beli bijih nikel berbasis CIF, yang seharusnya berbasis FOB,” jelas Meidy dikutip dari keterangannya, Jumat (13/1/2023).
Karena itu kata dia, pelaku pertambangan nikel, sangat menyambut positif dengan diterbitkannya surat edaran dari Kementerian ESDM ini.
“Akhirnya perjuangan APNI untuk transaksi jual beli bijih nikel berbasis FOB disetujui pemerintah. Semoga pabrik atau smelter mau mematuhi ketentuan ini, sehingga tidak terjadi konflik lagi antara penambang nikel dengan pabrik atau smelter,” imbuhnya.
Smelter harus patuh
Sebagaimana komitmen penambang, pihak smelter juga dituntut untuk patuh dengan aturan ini sebagaimana ditegaskan dalam Permen ESDM No 11 Tahun 2020 Pasal 12 Ayat 4 dan SE FOB tersebut.
Pasalnya, jika smelter tidak patuh, ancaman sanksinya sangat tegas yakni pencabutan Izin Usaha Industri (IUI).
Sebagai referensi, di Indonesia ada tiga smelter besar milik China yang melakukan transaksi jual beli nikel, diantaranya Indonesia Morowali Iindustrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, Virtue Dragon Nikel Industries (VDNI) di Konawe, Sulawesi Tenggara dan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera, Maluku Utara. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post