• Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak
AsiaToday.id
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
AsiaToday.id
No Result
View All Result

Ukur Konservasi, KOBI Gagas Indeks Biodiversitas Indonesia

Redaksi Asiatoday by Redaksi Asiatoday
November 25, 2020
in Sains & Lingkungan
2 min read
0
Ukur Konservasi, KOBI Gagas Indeks Biodiversitas Indonesia

Spesies Jalak Bali kian terancam, salah satu keanekaragaman hayati Indonesia. Dok

2.5k
SHARES
2.5k
VIEWS
60 / 100
Powered by Rank Math SEO

ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar kedua di dunia, Indonesia sudah seharusnya  memiliki indeks biodiversitas nasional untuk mengukur aktivitas konservasi keanekaragaman hayati.

Menurut Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), Budi S. Daryono, Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) sangat dibutuhkan untuk mengukur tren biodiversitas nasional.

“Data IBI ini dibutuhkan untuk mendorong pemerintah pusat dan daerah agar lebih giat melakukan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia,” kata dia melalui keterangannya dikutip Rabu (25/11/2020).

RelatedPosts

AS Resmi Kembali ke Perjanjian Paris, Atasi Perubahan Iklim Global

Indonesia dan Jepang Kolaborasi Program Konservasi Danau

Banjir Kalsel: KLHK Klaim Karena Anomali Cuaca, Bukan Soal Luas Hutan

Areal Hutan DAS Barito di Kalimantan Selatan Sudah Habis 62,8 Persen

Hari-hari Terakhir Hutan Kalimantan

Walaupun sebelumnya Indonesia menerapkan Convention on Biodiversity (CBD) dan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai landasan aksi konservasi hayati, namun ia memandang, status dan tren penurunan populasi masih terus berlanjut dan kian memprihatinkan.

Kondisi itu terjadi akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan jumlah konsumsi serta perdagangan beragam tumbuhan dan satwa liar sebagai salah satu komoditas.

Budi mengungkapkan, tren penurunan keanekaragaman hayati, tidak hanya terjadi di Indonesia, namun penurunan keanekaragaman hayati juga terjadi di tingkat global.

Data Living Planet Index (LPI) tahun 1970-2016 menyebutkan, bahwa persentase rata-rata penurunan populasi pada mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan mencapai 68 persen di dunia.

“Untuk itu, penting menginisasi Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) ini untuk mengukur tren biodiversitas nasional,” imbuhnya.

Indeks biodiversitas atau indeks keanekaragaman spesies merupakan indeks yang menyatakan susunan ekosistem dan komunitas penyusunnya serta kestabilan suatu ekosistem.  Indeks ini tidak hanya berupa makna, namun mengandung nilai dan konsep pelestarian keanekaragaman hayati di dunia.

Dunia internasional menyebutnya sebagai global living index yang merupakan hasil kolaborasi peneliti biodiversitas internasional dengan lembaga konservasi global.

Mengingat pentingnya menghimpun data keanekaragaman hayati nasional ini, KOBI melalui Komite Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) menginisiasi IBI. Upaya tersebut dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional pada 5 November 2020 lalu.

Selain IBI, Budi menyebutkan perlunya dikembangkan Bioeconomy yaitu sistem ekonomi hayati yang berbasis pada produksi sumber daya hayati terbarukan. Selain itu, konversi sumber daya alam dan limbah produksinya menjadi suatu produk yang bernilai tinggi dengan menerapkan prinsip ekonomis sirkular untuk meminimalkan penggunaan sumber daya serta energi agar diperoleh hasil yang optimal dan menekan kerusakan lingkungan. (ATN)

Tags: BiodiversityKeanekaragaman HayatiKonservasi Alam
Previous Post

Potensi Dampak Finansial dari Risiko Terkait Hutan di Indonesia Capai USD10 Miliar

Next Post

Jepang dan China Sepakat Memulai Kembali Hidupkan Sektor Pariwisata

Related Posts

Indonesia dan Jepang Kolaborasi Program Konservasi Danau
Sains & Lingkungan

Indonesia dan Jepang Kolaborasi Program Konservasi Danau

January 20, 2021
Rehabilitasi Pesisir Utara Pulau Jawa Melalui Konservasi Mangrove
Sains & Lingkungan

Rehabilitasi Pesisir Utara Pulau Jawa Melalui Konservasi Mangrove

December 9, 2020
Perubahan Iklim Mengkhawatirkan, Perkotaan Harus Cepat Beradaptasi
Sains & Lingkungan

Selamatkan Bumi, Cendekiawan Muslim Gagas Piagam Lingkungan Hidup

December 4, 2020
KONSERVASI SATWA: 2 Harimau Sumatera Dilepas Kembali di Alam Liar
Sains & Lingkungan

KONSERVASI SATWA: 2 Harimau Sumatera Dilepas Kembali di Alam Liar

November 30, 2020
Konferensi ICOES 2020: LIPI Bahas Isu Global Ilmu Kelautan, Limnologi dan GeoSciences
Sains & Lingkungan

Konferensi ICOES 2020: LIPI Bahas Isu Global Ilmu Kelautan, Limnologi dan GeoSciences

November 16, 2020
Tekan Emisi Karbon, Indonesia Hadapi 5 Tantangan Besar
Sains & Lingkungan

Aksi Nyata Indonesia dalam Green Development Masih Tertinggal di ASEAN

November 14, 2020
Next Post
Jepang dan China Sepakat Memulai Kembali Hidupkan Sektor Pariwisata

Jepang dan China Sepakat Memulai Kembali Hidupkan Sektor Pariwisata

Discussion about this post

No Result
View All Result

Terbaru

  • Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Sulawesi Utara, Tidak Berpotensi Tsunami
  • Indonesia Dipercaya Pimpin Satgas ASEAN Travel Corridor Arrangement
  • AS Resmi Kembali ke Perjanjian Paris, Atasi Perubahan Iklim Global
  • Potensi Spionase, AS akan Cegah China Dominasi Ruang Internet Global
  • Indonesia Gandeng Bureau International des Expositions Gelar Pelatihan Expo
AsiaToday.id

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.

Navigate Site

  • Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.